REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Di balik cantiknya motif batik khas Belitung, terdapat kisah perjuangan Diana, seorang ibu rumah tangga berusia 49 tahun. Ibu dari empat orang anak itu mendirikan usaha Batik Kelekak pada 2019, yang berawal dari keinginannya mencari kesibukan di tengah rutinitas sebagai ibu rumah tangga.
"Awalnya saya hanya ingin punya kegiatan, daripada di rumah cuma main handphone saja," kisah Diana saat mengikuti Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) di Lampung City Mall, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Selasa (24/6/2025).
Langkah pertamanya dimulai saat liburan sekolah pada Juli 2019, ketika ia mengunjungi adiknya di Yogyakarta. Di kota pelajar tersebut, ia belajar langsung cara membatik tulis dan mendapatkan dorongan untuk mengembangkan batik dengan ciri khas Belitung.
"Kebetulan saya juga suka menggambar, jadi begitu pulang ke Belitung, saya coba mulai usaha dengan modal Rp 1 juta," cerita Diana.
Nama Kelekak sendiri berasal dari bahasa Belitung yang berarti tempat yang rindang dan subur—sebuah filosofi yang mencerminkan harapan Diana terhadap usahanya. Pada awalnya, seluruh proses produksi dijalankan seorang diri. Namun dalam tiga bulan, respons positif dari pasar membuat Batik Kelekak mulai berkembang.
"Ternyata laku juga. Dari situ saya mulai percaya diri," ucap Diana.
Tak hanya soal bisnis, Diana juga memberi ruang inklusif dalam usahanya. Karyawan pertama yang ia rekrut adalah tetangganya yang merupakan penyandang tuna rungu.
"Lalu saya minta dia mengajak teman-temannya sesama disabilitas, dan sekarang kami punya empat karyawan disabilitas," ujar Diana.
Bagi Diana, Batik Kelekak bukan hanya tentang bisnis, tetapi juga ruang untuk memberdayakan. Keunikan batik yang dihasilkan Diana terletak pada warna-warna mencolok serta motif yang mengangkat kekayaan lokal seperti flora-fauna dan keindahan laut Belitung. Dengan karakter yang khas, Batik Kelekak membawa identitas Belitung ke dalam tiap goresan malam di atas kain.
Tantangan Usaha dan Perjuangan Menjaga Asa
Jalan menuju kesuksesan tidak selalu mulus. Diana mengaku pernah mengalami kegagalan dalam proses produksi, namun memilih untuk tidak menyerah.
"Kain perca sisa produksi kita olah jadi tas, bros, dan topi," ungkapnya.
Tantangan lain datang dari sisi pemasaran. Produk Batik Kelekak sepenuhnya dibuat secara manual, sehingga harga lebih tinggi dibanding batik printing berbasis mesin.
"Ya, kami juga sambil edukasi masyarakat kalau ini batik tulis khas Belitung, bukan printing,” sambung Diana.
Edukasi ini penting, menurutnya, agar masyarakat lokal semakin bangga dengan produk daerahnya sendiri.
Sokongan Bank Indonesia Bangkitkan Semangat Berusaha
Perubahan besar datang ketika Diana bergabung dalam program kurasi Industri Kreatif Syariah Indonesia (IKRA) yang digelar Bank Indonesia (BI) pada tahun kedua usahanya.
"Alhamdulillah kami lolos kurasi IKRA dan itu yang membuat saya berani ajukan KUR sebesar Rp 10 juta," ucap Diana.
Sejak menjadi mitra binaan BI, produksi Batik Kelekak meningkat signifikan. Kini, Batik Kelekak memproduksi lima batik tulis dan sekitar 80 batik cap setiap bulannya, dengan harga mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 600 ribu per potong yang menghasilkan omset sebesar Rp 7 juta per bulan.
"Setelah dibina BI sejak 2021, karena masyarakat semakin percaya, rata-rata pendapatan per bulan hingga 2024 itu bisa mencapai Rp 35 juta per bulan," lanjut dia.
Meski terbilang masih kecil, ia tetap bersyukur karena semua berawal dari modal hanya Rp 1 juta. Namun sejak 2025, penjualan Batik Kelekak mengalami penurunan imbas dari kebijakan efisiensi belanja pemerintah. Pasalnya, mayoritas pelanggan Batik Kelekak berasal dari instansi pemerintah seperti dinas setempat.
"Sekarang produksi kami hanya 50 potong per bulan karena pemesanan semakin jarang," ungkap Diana.
Dia berharap pemerintah kembali membuka ruang belanja instansi pemerintah untuk UMKM. Diana mengatakan usaha miliknya tak sekadar medium mencari cuan, melainkan juga berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat sekitar, termasuk penyandang disabilitas hingga promosi kekakayaan budaya Belitung.
"Kami juga mencoba untuk lebih fokus menggarap pasar online (daring). Kebetulan tim BI pun sangat aktif memberikan pendampingan agar kami bisa memasarkan produk lewat platform marketplace hingga Pasar Digital (PaDi) UMKM," kata Diana.