REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak lulusan Universitas Indonesia (UI), dr I Gusti Ayu Nyoman Partiwi menekankan bahwa keberhasilan menyusui tidak hanya ditentukan oleh kondisi fisik ibu, tetapi juga bergantung pada faktor psikologis dan dukungan dari lingkungan terdekat. Dokter yang akrab disapa Tiwi itu menjelaskan bahwa dua hormon utama yang memengaruhi produksi ASI adalah prolaktin dan oksitosin.
"Prolaktin itu sudah ada sejak dalam kehamilan, diproduksi oleh plasenta sejak usia kandungan 16 minggu. Tapi yang perlu benar-benar dirawat adalah oksitosin, atau hormon cinta, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis ibu," kata Tiwi dalam diskusi media di Jakarta Pusat, Sabtu (2/8/2025).
Karena hormon oksitosin berpengaruh terhadap produksi ASI, ibu perlu merasa nyaman, diterima, dan didukung secara emosional, terutama pada masa menyusui.
Oleh karena itu, peran keluarga, suami, tenaga kesehatan, bahkan lingkungan rumah sakit sangat penting dalam menciptakan suasana yang mendukung, kata dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu.
Dukungan ini sangat dibutuhkan terutama pada dua minggu pertama setelah persalinan, ketika bayi umumnya lebih sering terbangun dan menangis pada malam hari.
"Bukan berarti bayinya kurang ASI. Justru Tuhan sudah mengatur agar hormon prolaktin yang tinggi di malam hari membuat bayi terjaga. Karena itu, ibu harus dibantu agar tetap dekat dengan bayinya dan tidak terganggu emosinya," ujarnya.
Tiwi menambahkan, gangguan emosional pada ibu menyusui kerap kali muncul akibat kurangnya dukungan.
"Kalau kita mendukung ya, rumah sakit mendukung, perawat tidak cemberut dalam membantu, si bayi kalau menangis dibantu oleh suami dan keluarga, tidak dihakimi. Mudah-mudahan dengan begitu psikologis ibu akan lebih tenang dalam masa menyusui itu," katanya.