KURUSETRA -- Salam Sedulur... Hari ini, 123 tahun silam atau tepatnya 12 Agustus 1902, lahir salah satu proklamator di Bukittinggi, Sumatra Barat, Mohammad Athar. Nama itu barangkali tidak banyak yang tahu, karena sang proklamator lebih dikenal dengan nama Mohammad Hatta atau Bung Hatta, wakil presiden pertama RI.
Pemilik gelar Doktor HC dan Drs itu lahir di Bukittinggi yang saat itu masih bernama Fort de Kock. Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatra Barat. Sementara ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi.
Hatta lahir dengan nama Muhammad Athar. Namanya, Athar berasal dari Bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia merupakan anak kedua, setelah kakaknya Rafiah lahir pada tahun 1900.
Sejak kecil, Hatta dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurahman Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang bertahan pasca-Perang Padri.
Dari garis ibu, Hatta berasal dari keturunan pedagang. Beberapa mamaknya (saudara laki-laki ibunya) adalah pengusaha besar di Jakarta. Tak heran jika Hatta memiliki darah ekonom yang kental di dalam tubuhnya.
Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang.
Haji Ning sering berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, lahir empat orang anak perempuan yang merupakan adik tiri Hatta.
Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta. Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917.
Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Hatta pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.
Selain keluarga, perdagangan memengaruhi perhatian Hatta terhadap perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota Serikat Usaha dan juga aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.
Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School. Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.
Kakeknya bermaksud akan ke Makkah, dan pada kesempatan tersebut, ia dapat membawa Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke Mesir (Al-Azhar) Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batu Hampar yang memang sudah menurun semenjak ditinggalkan Syaikh Abdurrahman. Namun keputusan itu diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya.
Sebagai pejuang, Hatta baru menikah di usia yang tak lagi muda. Pada 18 November 1945, Hatta menikahi seorang perempuan Bandung, Rahmi Hatta dan dikarunia tiga putri; Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi'ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta. Pada tahun 1980, Hatta meninggal dunia dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.
Tak hanya di Indonesia, sepak terjang Hatta diakui dunia, termasuk Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Di Negeri Kincir Angin itu nama Mohammad Hatta diabadikan yaitu sebagai nama jalan di kawasan perumahan Zuiderpolder, Haarlem dengan nama Mohammed Hattastraat.
.
Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.