Rabu 13 Aug 2025 07:44 WIB

Derajat Pejabat pun Jadi Budak Lantaran Syahwat

Orang yang dikendalikan oleh hawa nafsunya, akalnya terkekang.

Ilustrasi
Foto: pxhere
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani dalam Nashaihul Ibad menjelaskan, derajat seorang penguasa bisa runtuh karena tidak mampu mengendalikan syahwat. Sebaliknya, kedudukan seorang pelayan atau budak dapat berubah hingga sederajat dengan raja lantaran kesabaran dan kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu.

"Sesungguhnya syahwat dapat menurunkan derajat seorang raja menjadi budak. Pun kesabaran dapat mengangkat derajat seorang pembantu menjadi raja. Lihatlah kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha!" tulis Syekh Nawawi.

Baca Juga

Ia menjelaskan, syahwat adalah hasrat untuk meluapkan perasaan cinta yang diiringi nafsu. Padahal, orang yang sedang jatuh cinta terhadap seseorang atau sesuatu dapat menjadi budak apa-apa atau siapa yang dicintainya itu.

Dalam kisah Nabi Yusuf, Zulaikha adalah seorang elite kerajaan Mesir. Wanita ini lalu jatuh cinta pada putra Nabi Yaqub itu yang memang berwajah sangat tampan. Padahal, saat itu Yusuf hanyalah seorang pembantu di istana.

Kedua mata Zulaikha sudah tertutup hawa nafsu. Sebaliknya, Nabi Yusuf tetap dalam kesabaran. Dengan kehendak Allah SWT, ia pun mengatasi segala bujuk rayu dan tipu muslihat wanita tersebut.

Hingga kemudian, Zulaikha menjebak Nabi Yusuf. Walaupun segala bukti menunjukkan bahwa sang nabi tak bersalah, pihak penguasa lebih memilih memenjarakannya demi menjaga martabat kerajaan.

Keadaan itu tak bertahan selamanya. Bahkan, Nabi Yusuf tak hanya dikeluarkan dari penjara. Ia pun menerima posisi sebagai menteri kerajaan Mesir usai dirinya dapat menafsirkan mimpi sang raja.

Yang semula hanya menjadi pembantu, akhirnya menjadi orang terhormat. Menurut Syekh Nawawi, dari kisah Nabi Yusuf kita dapat memetik hikmah, betapa bahagianya orang yang dapat mengendalikan hawa nafsu dan mengikuti akal sehat.

"Berbahagialah orang yang selalu dalam bimbingan akalnya dan hawa nafsunya selalu dalam kendalinya. Celakalah orang yang selalu dikendalikan oleh hawa nafsunya, sedangkan akalnya diam dan terkekang," tulisnya.

Orang yang mengutamakan akal ketimbang hawa nafsu maksudnya adalah orang yang selalu mengikuti kehendak akalnya yang lurus. Sementara nafsunya enggan melakukan segala apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan syariat.

Orang yang dikendalikan oleh hawa nafsunya, akalnya terkekang. Maksudnya, orang yang akalnya tidak lagi berfungsi untuk bertafakur kepada Allah dan lebih mengutamakan kehendak hawa nafsunya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اِذْ اَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوٰى وَالرَّكْبُ اَسْفَلَ مِنْكُمْۗ وَلَوْ تَوَاعَدْتُّمْ لَاخْتَلَفْتُمْ فِى الْمِيْعٰدِۙ وَلٰكِنْ لِّيَقْضِيَ اللّٰهُ اَمْرًا كَانَ مَفْعُوْلًا ەۙ لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْۢ بَيِّنَةٍ وَّيَحْيٰى مَنْ حَيَّ عَنْۢ بَيِّنَةٍۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَسَمِيْعٌ عَلِيْمٌۙ
(Yaitu) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada lebih rendah dari kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), niscaya kamu berbeda pendapat dalam menentukan (hari pertempuran itu), tetapi Allah berkehendak melaksanakan suatu urusan yang harus dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasa dengan bukti yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidup dengan bukti yang nyata. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

(QS. Al-Anfal ayat 42)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement