REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Dua tahun telah berlalu sejak 7 Oktober 2023, tanggal yang akan selalu dikenang sebagai titik balik sejarah Palestina dan dunia. Apa yang disebut sebagai Badai Aqsa bukan sekadar peristiwa militer atau bentrokan bersenjata, tetapi momentum yang mengubah arah sejarah, mengguncang tatanan politik global, dan membuka mata dunia terhadap wajah asli kolonialisme modern bernama Israel.
Hal tersebut disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim. Menurut Sudarnoto, sejak 7 Oktober 2023, Israel kehilangan pijakan moral dan legitimasi politiknya.
"Dunia yang selama ini disuguhi propaganda tentang hak mempertahankan diri mulai sadar bahwa apa yang terjadi di Gaza bukanlah perang dua pihak yang setara, melainkan pembantaian terhadap rakyat tertindas yang selama lebih dari tujuh dekade hidup di bawah pendudukan brutal," kata Sudarnoto kepada Republika, Senin (6/10/2025)
Ia menyampaikan, genosida yang dilakukan Israel di Gaza, yaitu penghancuran rumah sakit, pembunuhan anak-anak, dan blokade terhadap bantuan kemanusiaan menjadi saksi nyata dari runtuhnya moral kemanusiaan rezim Israel dan sekutunya. Dua tahun kemudian, Israel semakin tersisih dan terpojok di mata dunia.
Rezim Israel telah kehilangan simpati internasional dan berubah menjadi common enemy, musuh bersama bagi mayoritas negara anggota PBB dan masyarakat sipil global. Dari jalan-jalan di Jakarta, London, New York hingga Johannesburg, jutaan orang turun ke jalan membawa satu pesan yaitu akhiri penjajahan, "Bebaskan Palestina!"
