REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 2015, Kaspersky Lab menemukan bahwa kebanyakan orang sangat bergantung pada smartphone dan bahkan mempercayakan data-data yang paling penting dalam perangkat digital.
Jika smartphone mereka hilang, maka kejadian itu menjadi suatu hal yang dianggap gawat bagi mereka. Fenomena itu disebut Digital Amnesia.
Hasil penelitian terbaru Kaspersky Lab, yang diterima ANTARA News, Selasa, menunjukkan bahwa 44 persen pekerja kantoran mengaku bahwa mereka membuat catatan secara digital pada saat rapat.
Sebagai akibatnya, mereka seringkali tidak memahami apa yang sebenarnya dimaksud oleh pembicara yang tergambarkan secara kontekstual, emosional ataupun perilaku terkait dengan apa yang dikatakannya.
Selain itu, survei tersebut juga menyebut 13 persen orang mengaku bahwa jika mereka kehilangan catatan digital mereka, maka mereka akan mengalami kebingungan.
Penelitian Kaspersky Lab juga menemukan bahwa banyak pelaku bisnis profesional yang bersedia untuk tidak mendengarkan secara aktif dalam pertemuan dan menggantinya dengan hal yang lebih mudah seperti mengetik catatan dan memiliki catatan real-time dari rapat atau presentasi.
Empat puluh enam persen dari mereka yang disurvei percaya bahwa catatan-catatan faktual ini jauh lebih baik dari suara. Enam puluh tujuh persen responden juga setuju bahwa catatan digital lebih mudah untuk dicadangkan dan dibagikan daripada mengandalkan memori.
Banyak orang sangat bergantung pada catatan yang disimpan dalam "memori eksternal". Sayangnya, hal itu justru memberikan celah yang besar untuk serangan bagi rekan-rekan yang tidak suka kepada Anda, saingan dan bahkan penjahat siber.
Jika orang-orang jahat tersebut sebelumnya hanya "menguping", menurut Kaspersky Lab, kini mereka sering kali merusak atau menghapus, atau bahkan diam-diam merubahnya.
"Meskipun hal itu mungkin terdengar menakutkan, bukan berarti semua harapan telah hilang bagi kita. Kita hidup di zaman berteknologi maju dan tidak boleh hanya mengandalkan ingatan kita," tulis Kaspersky Lab.
"Pada saat yang sama, kita juga tidak seharusnya mengeksklusifkan diri kita kepada teknologi saja dan sebisa mungkin menemukan keseimbangan antara keduanya," tutupnya.