Jumat 15 Jun 2018 04:06 WIB

Video Game Dinilai Bisa Bernuansa Adiktif Seperti Narkoba

Video game membuat murid sulit berkonsentrasi di sekolah.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Teguh Firmansyah
Anak bermain video games. Ilustrasi
Foto: Antara
Anak bermain video games. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Para ilmuwan menemukan, Fortnite dan video game yang bernuansi adiktif lainnya dapat mempengaruhi otak anak-anak dengan cara sama seperti alkoholisme atau penyalahgunaan narkoba.

Menurut penelitian California State University, anak-anak berisiko lebih tinggi karena otak mereka fleksibel. Rangkaian penelitian mereka mengungkapkan, sistem amigdala-striatal, bagian impulsif otak lebih kecil dan lebih sensitif  untuk memproses rangsangan permainan lebih cepat.

Temuan-temuan yang dilaporkan  Daily Telegraph, datang setelah sekolah dasar memperingatkan orang tua pada bahwa pendidikan anak-anak mereka dirusak oleh Fortnite.

Para guru menyebut, murid-murid yang lebih muda menjadi terobsesi dengan permainan, mempengaruhi konsentrasi mereka di sekolah. Sementara itu, orang tua melaporkan bagaimana Fortnite mengubah anak-anak yang biasanya tenang, menjadi terobsesi dengan senjata dan pembunuhan.

"Katakan seseorang melihat permainan video atau ponsel, sistem hadiah di otak ini menyala. Ini aktivasi yang sangat kuat dibandingkan dengan orang lain. Hal ini terkait dengan perubahan struktural dalam area otak yang lebih kecil pada orang yang merupakan pengguna yang berlebihan," kata Profesor Ofir Turel dari California State University, dilansir dari laman Daily Mail, Rabu (13/6).

Ia mengatakan, sistem yang lebih kecil dapat memproses asosiasi lebih cepat. Penelitian juga menemukan hubungan antara pemain video game berat berusia antara 13 dan 15, serta kemungkinan peningkatan menyalahgunakan setidaknya satu dari 15 zat, seperti amfetamin dan kokain.

"Pengembangan sistem penghargaan atau impuls jauh lebih cepat dibandingkan dengan pengembangan sistem kontrol diri. Ini berarti bahwa jika seseorang yang berusia 13 tahun, mereka akan memiliki sistem penghargaan yang matang, tetapi sistem pengendalian diri tidak berkembang dengan baik. Jadi mereka jauh lebih terdahulu untuk perilaku impulsif dan berisiko. Mereka membutuhkan perlindungan kita," paparnya.

Sebelumnya pada Januari, Organisasi Kesehatan Dunia secara resmi mengklasifikasikan 'gaming disorder' sebagai kondisi kesehatan mental.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement