Selasa 10 Dec 2013 14:55 WIB

NSA Mata-matai Game Online

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Citra Listya Rini
Badan Keamanan Nasional AS (NSA).
Foto: Cnet
Badan Keamanan Nasional AS (NSA).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Dunia virtual saat ini telah dimata-matai oleh operasi intelijen Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Para agen spionase telah mengirim agen rahasia ke dunia virtual untuk memantau aktifitas para pemain game fantasi di seluruh dunia seperti "World of Warcraft."

Dilaporkan The New York Times, Guardian, dan ProPublica, mata-mata AS dan Inggris telah menjaring data teroris di game online selama bertahun-tahun.

Berdasarkan dokumen yang dibocorkan oleh mantan agen badan keamanan nasional, Edward Snowden, dunia fantasi online yang juga popular dikalangan anak-anak, remaja, dan para pengkhayal juga turut masuk dalam perhatian NSA dan Inggris, GCHQ.  

Dunia virtual seperti “World of Warcraft” dapat menjadi sangat populer dan dapat menarik perhatian jutaan pemain untuk ikut bergabung bermain dan berkompetisi dengan pemain lain meraih kemenangan di dunia online. Mereka mengumpulkan harta benda secara online, serta menjarah harta.

“World of Warcraft” memiliki hingga 12 juta pelanggan, jumlah yang lebih besar dari populasi penduduk di Yunani. Sedangkan, di dunia maya lainnya, seperti Linden Labs “Second Life” atau berbagai macam permainan dari Microsoft Xbox juga memiliki lebih dari jutaan pelanggan. 

Agen mata-mata telah lama menduga bahwa game-game tersebut menjadi tempat yang menarik bagi para teroris atau para penjahat yang dapat menggunakan sistem pesan dalam permainan online untuk saling menukar informasi.

Selain itu, para agen tersebut juga mengawasi sistem pembayaran dalam dunia online. Sebuah media melaporkan, NSA telah memperingatkan bahwa game dapat menjadi target para intelijen sebagai tempat untuk bersembunyi bagi para penjahat. 

Linden Labs dan Microsof Inc tidak segera membalas pesan yang meminta komentar. Dalam sebuah pernyataan, Blizzard Entertainment mengatakan bahwa pengawasan tersebut diyakini tidak terjadi. “Namun jika ada pengawasan, maka hal tersebut dilakukan tanpa seiizin dan sepengetahuan kami,” katanya. 

Microsoft juga memberikan pernyataan yang hampir sama dengan Blizzard Entertainment. “Pengawasan yang dilakukan tidak terjadi. Namun, jika hal tersebut benar-benar terjadi maka dilakukan tanpa persetujuan kami,” katanya.

Website New York Times juga menyatakan bahwa video game dapat digunakan untuk merekrut dan melatih bersenjata secara online. Misalnya, pada 11 September 2001, yang dilakukan oleh para pembajak seperti para teroris yang telah menggunakan software simulasi penerbangan untuk mengasah ketrampilan mereka. 

"World of Warcraft" bukanlah satu-satunya target para intelijen rahasia. Sebuah catatan lainnya mencatat bahwa GCHQ telah melakukan pembicaraan dengan para pemain game berbeda lainnya dalam Xbox Live. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement