REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Amazon, situs penjualan buku yang berbasis di AS, menghadapi kasus dengan penerbit-penerbit di Inggris. Para penerbit tersebut berusaha mengamankan bisnisnya dalam tenggang terakhir masa kontrak mereka dengan Amazon.
Website raksasa tersebut menginginkan hak cetak buku sendiri jika para penerbit gagal menyediakan stok buku. Amazon juga ingin para penerbit menyetujui harga buku yang ditawarkan oleh Amazon kepada distributor lain.
Salah satu penerbit kelas menengah menyebut Amazon telah ‘membully’ para penerbit dan memperingatkan bahwa situs itu telah merusak industri buku. Amazon sendiri tidak memberikan komentar apapun mengenai isu tersebut.
Majalah The Bookseller adalah yang pertama kali melaporkan bahwa Amazon telah memberikan sejumlah klausul baru dalam kontraknya dengan para penerbit independen di Inggris.
Di antara poin tersebut adalah adanya hak Amazon untuk mencetak sendiri buku-buku yang dijualnya jika penerbit kehabisan stok buku.
Perusahaan yang berbasis di Seattle ini akan melakukan cetak buku menggunakan peralatan "print-on-demand" dan akan melibatkan penerbit untuk menyerahkan judul buku versi elektronik.
Proses tersebut dapat mencetak buku lebih cepat ketimbang proses biasa. Penerbit meyakini jika Amazon melakukan metode sendiri untuk mencetak buku, para pembeli akan menyalahkan mereka atas kualitas buku yang dibeli dan bukannya Amazon yang disalahkan.
Klausul lain dalam kontrak menyebutkan permintaan Amazon kepada penerbit untuk selalu mengikutsertakan Amazon jika penerbit tersebut menawarkan promo kepada distributor lain. Poin ini biasa dikenal sebagai perjanjian paling menguntungkan (most favoured nation proposal/MFN proposal).
Perjanjian itu termasuk melibatkan Amazon jika penerbit mengadakan diskon di webnya masing-masing. Selain itu, penerbit juga diminta menginformasikan kepada Amazon sebelum menawarkan kesepakatan harga e-book pada klien lain dan memberikan Amazon kesepakatan yang sama.