REPUBLIKA.CO.ID, INDIANA -- Sebuah studi menyatakan perhatian orang yang terbatas ditambah banyaknya informasi di media sosial mendorong penyebaran berita palsu dan hoax dengan cepat.
Dalam studi terbaru, dilansir dari Live Science pada Ahad (2/7), para peneliti melihat beberapa mekanisme potensial yang mungkin berperan dalam penyebaran informasi yang keliru. Para peneliti mengembangkan model komputer untuk membagikan meme sehingga terlihat bagaimana perhatian individu dan muatan informasi yang diterima oleh pengguna media sosial mempengaruhi popularitas meme berkualitas rendah dan tinggi.
Para peneliti menganggap meme lebih berkualitas kalau orisinal, memiliki foto yang indah atau memuat informasi yang benar. Hasil penelitiannya, para peneliti menemukan meme berkualitas rendah dan tinggi memiliki kecenderungan yang sama untuk dibagikan karena perhatian pengguna media sosial yang terbatas.
Para pengguna menerima terlalu banyak informasi sehingga tidak dapat membedakan antara meme berkualitas rendah dan tinggi. Temuan ini menjelaskan mengapa informasi berkualitas rendah seperti berita palsu dan hoax cenderung menyebar meski memiliki kualitas yang rendah.
Periset berharap pemahaman mengenai mengapa dan bagaimana penyebaran berita palsu dapat membantu ilmuwan lain untuk mengembangkan alat untuk memerangi penyebarannya suatu hari nanti. Misalnya, poin penelitian baru ini mengusulkan adanya alat untuk membatasi penggunaan bot pada media sosial.
Bot adalah program komputer yang secara otomatis menghasilkan pesan seperti tweet yang membanjiri media sosial dengan informasi berkualitas rendah. Pembatasan penggunaan bot akan mencegah penyebaran informasi yang keliru.
Aplikasi yang membatasi penggunaan bot akan mengurangi tingkat beban informasi yang diterima oleh pengguna media sosial. "Mendeteksi bot di media sosial adalah tugas yang sangat menantang," kata Profesor informatika dan ilmu komputer di Universitas Indiana Filippo Menczer.
Menczer mengatakan bot dalam jumlah besar bot ini bisa dikelola melalui perangkat lunak khusus. "Jika platform media sosial dapat mendeteksi dan menangguhkan bot di media sosial yang menipu akan ada lebih sedikit informasi berkualitas rendah yang mengesampingkan informasi berkualitas tinggi," kata Menczer.
Namun, dia menerangkan, ada tantangan dalam membangun aplikasi yang mendeteksi dan menangguhkan bot, yaitu akurasi. Sistem tersebut tidak selalu akurat. "Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk merancang sistem deteksi bot yang cepat dan akurat, kata dia.
Sebelumnya, ada juga studi yang menunjukkan alasan berita palsu dan hoax lebih cepat menyebar. Penelitian itu memperlihatkan beberapa proses kognitif orang dapat membantu penyebaran informasi yang keliru seperti berita palsu dan hoax.
Misalnya, orang cenderung menunjukkan "bias konfirmasi" serta hanya memperhatikan dan membagikan informasi yang sesuai dengan kepercayaan mereka. Orang juga akan membuang informasi yang tidak sesuai dengan kepercayaan mereka. Studi menunjukkan bahwa orang akan tetap melakukan ini bahkan kalau informasi yang menegaskan kepercayaan mereka salah, palsu, atau bohong.