REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan Google dan Twitter berkomitmen membantu Pemerintah Indonesia dalam menangani penyebaran konten negatif di media sosial. Dengan kerja sama ini, Google dan Twitter melengkapi dua perusahaan serupa yakni Telegram dan Facebook yang terlebih dahulu memastikan komitmennya.
Kerja sama Google dan Twitter dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dalam menghilangkan konten yang berbau unsur negatif terjadi setelah ketiga pihak melakukan pertemuan. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara mengatakan, raksasa internet Google yang dalam waktu dekat akan menerapkan program trusted flagger atau pelapor terpercaya pada Youtube yang ada di kawasan Indonesia. Selain itu, Twitter pun memiliki fitur serupa yang bisa menghilangkan konten negatif. Melalui fitur ini perusahaan internet yang bersangkutan dan Kemenkominfo akan memberikan kepercayaan pada individu atau organisasi masyarakat yang ada di Indonesia untuk memantau secara langsung keberadaan konten negatif di Youtube.
"Penanganan konten negatif di Youtube sekarang proses masih dengan email dan sebagainya. Tapi, mulai akhir Juli ini Google beserta Kemkominfo akan menerapkan sistem yang bernama trusted flagger," kata Rudiantara dalam konferensi pers di kantornya usai bertemu perwakilan Google, Jumat (4/8).
Dia mengatakan, Kemkominfo telah bekerja sama dengan beberapa organisasi masyarakat dan komunitas seperti Wahid Institute, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), dan ICT Watch. Nantinya mereka memiliki izin penuh untuk melakukan penutupan atau menghilangkan konten di Youtube secara langsung apabila konten tersebut memberikan dampak negatif.
Progam ini tidak bisa langsung diterapkan dan akan diujicobakan terlebih dahulu dalam kurun waktu dua hingga tiga bulan. Jika uji coba ini berlangsung dengan baik lebih cepat, maka program trusted flagger juga bisa diterapkan sebelum tiga bulan uji coba.
Perwakilan Google untuk Asia Pasifik, Ann Lavin, mengatakan dengan program ini maka akan ada tiga pihak yang terus memantau mengenai konten negatif yang ada di Youtube, yakni Google, Kemenkominfo, dan masyarakat sosial yang dipercaya menjadi trusted flagger. "Setiap bendera (notifikasi) akan ditinjau dan dianalisis menurut pedoman masyarakat sendiri (rusted flagger)," ujarnya.
Program ini bukan yang pertama kali diterapkan oleh Google. Trusted flagger sudah ada sejak 2012 dan digunakan di banyak negara maju seperti Amerika dan beberapa negara Eropa. Namun, Indonesia menjadi negara di kawasan Asia Tengggara yang akan memiliki program ini. Untuk para trusted flagger, Google dan Kemkominfo akan memberikan pelatihan terlebih dahulu sehingga komunitas atau kelompok masyarakat yang diberikan kepercayaan mampu bekerja dengan baik.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan selain Google, Kemkominfo juga telah bertemu perwakilan Twitter pada hari yang sama. Twitter, seperti perusahaan media sosial yang lain, juga memiliki program untuk meminimalisasi penyebaran konten negatif. Konten negatif tersebut bisa ditangani dengan cepat ketika ada pemberitahuan. "Di Twitter namanya flag content juga, dan kita sudah memiliki akun khusus untuk melakukan flag," kata Samuel.
Konten yang melanggar standar Twitter nantinya bisa ditandai dan langsung diblok untuk beraktivitas. Sedangkan, jika konten tersebut melanggar undang-undang ITE maka Kemkominfo bisa menempuh jalur hukum terhadap pemilik akun. Menurut Samuel, baik flag yang dimiliki Youtube maupun Twitter tidak bisa digunakan sembarang oleh pemerintah maupun masyarakat yang diberikan kepercayaan. "Ketika ada flagger yang sangat sering melakukan flagging, tapi tidak sesuai dengan konten maka flagger akan melanggar aturan dari perusahaan internet dan membuat rating flagger turun.