Selasa 05 Jun 2018 17:17 WIB

FB Disinyalir Beri Akses Data pada Raksasa Teknologi Dunia

FB disebut memberi akses ke Amazon, Apple, Blackberry, dan Samsung.

Rep: Christiyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Vice President and Public Policy Facebook Asia Pacific Simon Milner (kiri)  dan Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/4).
Foto: Republika/Prayogi
Vice President and Public Policy Facebook Asia Pacific Simon Milner (kiri) dan Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat umum dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Facebook lagi-lagi dihadapkan pada dugaan akses data tanpa izin yang melibatkan para raksasa teknologi dunia. Temuan ini diungkap oleh The New York Times yang menyebut data-data pengguna Facebook bisa diakses oleh 60 perusahaan tanpa sepengetahuan pemilik data. Amazon, Apple, Blackberry, dan Samsung adalah beberapa nama yang ikut terseret dalam pusaran itu.

Facebook yang kini mencatatkan 2,2 miliar pengguna di seluruh dunia menjalin kemitraan tersebut sejak 10 tahun silam. Kolaborasi itu diklaim bertujuan meningkatkan jangkauan Facebook. The New York Times menulis perusahaan yang bermitra diizinkan memiliki akses mendalam ke data-data privat.

Jika tudingan itu terbukti, artinya kemitraan tersebut melanggar keputusan pada 2011 yang dibuat US Federal Trade Commission. Aturan itu melarang Facebook mengizinkan pihak ketiga mengakses data pengguna tanpa izin pemilik data.

Baca: Bertambah Lagi Negara yang Blokir Penggunaan Facebook

Menanggapi pemberitaan tersebut, Facebook menjawab lewat unggahan blog berjudul "Why We Disagree with The New York Times". Wakil Presiden Bidang Kerja Sama Produk, Ime Archibong, berargumen kolaborasi tersebut dinilai penting karena dulu di awal kemunculan Facebook tidak ada Appstore.

"Perusahaan seperti Facebook, Google, Twitter, dan Youtube harus bekerja langsung dengan sistem operasi dan manufaktur perangkat agar produk mereka sampai ke tangan pengguna," kata Archibong.

Baca: Mengapa Popularitas Facebook Turun, Youtube Memimpin?

"Semua kerja sama ini dibangun dengan dasar kesamaan minat, keinginan masyarakat untuk menggunakan Facebook apa pun perangkat dan sistem operasi yang mereka miliki," katanya menambahkan. Menurut dia, pengguna Facebook harus setuju membagikan informasi mereka dengan produsen perangkat. Ia mengatakan, kala itu Facebook belum menyadari kemungkinan adanya penyalahgunaan data.

Pada April silam, Archibong menyatakan Facebook telah memutus kerja sama dengan 22 aplikasi. Serge Egelman, peneliti privasi di University of California, ikut mengungkapkan pendapatnya.

"Mungkin Anda berpikir Facebook atau manufaktur perangkat itu dapat dipercaya. Namun, masalahnya adalah makin banyak data yang dikumpulkan dan bisa diakses oleh perangkat maka makin tinggi risiko privasi dan keamanan yang bisa terjadi," kata pria yang intens meneliti tentang keamanan aplikasi mobile itu. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement