Senin 11 Dec 2017 01:03 WIB

Paus Sikat Atlantik Utara Kian Terancam Punah

Rep: Farah Nabila/ Red: Endro Yuwanto
Ikan Paus, ilustrasi
Ikan Paus, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PORTLAND -- Pejabat federal Amerika Serikat (AS) menyatakan saatnya untuk mempertimbangkan kemungkinan kepunahan hewan paus sikat dari Atlantik Utara. Perlu langkah-langkah baru untuk melindungi hewan itu.

Dilansir dari The Guardian, Ahad (10/12), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyebutkan hasil penelitiannya bahwa hanya ada sekitar 450 paus sikat Atlantik Utara yang tersisa dan sebanyak 17 ekor telah meninggal pada 2017.

Situasi ini dinilai sangat mengkhawatirkan sehingga membuat para regulator AS dan Kanada perlu mempertimbangkan soal jumlah populasi yang tidak akan pulih bila tidak ada tindakan sesegera mungkin. Demikian dikatakan John Bullard, administrator wilayah utara-timur untuk perikanan dari NOAA.

Menurut Bullard, tahun kematian yang tinggi ini dibarengi dengan tahun reproduksi yang buruk. Hanya ada sekitar 100 ekor paus betina betina Atlantik Utara yang tersisa. "Anda harus menggunakan kata kepunahan karena dari situlah garis tren mengatakannya, dan hal itu adalah sesuatu yang tidak bisa kita biarkan terjadi," jelas dia.

Bullard dan pejabat NOAA lainnya membuat komentar ini dalam sebuah pertemuan mengenai peraturan "New England Fishery Management Council".

Mark Murray-Brown, konsultan hukum spesies terancam punah untuk NOAA, mengatakan jumlah populasi paus itu telah menurun sejak 2010 dengan jumlah paus betina jauh menurun lebih banyak dari pada jumlah paus jantan.

AS dan Kanada, kata Murray, harus bekerja untuk mengurangi kematian paus yang disebabkan ulah manusia. Dua penyebab kematian paus itu adalah pemogokan dan keterikatan kapal pada alat tangkap. "Status paus-paus saat ini adalah kritis. Menggunakan sumber daya yang ada untuk memulihkan paus sangat penting dan mendesak," katanya.

Paus-paus itu melahirkan di perairan selatan yang beriklim sedang. Kemudian mereka menuju ke New England dan Kanada setiap musim semi dan musim panas untuk makan. Semua kematian tahun ini terjadi di New England dan Kanada.

Beberapa penelitian ilmiah baru-baru ini menyoroti mengapa kematian paus meningkat. Salah satu penyebab, seperti yang diterbitkan dalam jurnal Nature Scientific Reports, paus bergerak lebih jauh dari yang diperkirakan sebelumnya. Beberapa ilmuwan juga telah mengemukakan paus mungkin berkeliaran di luar kawasan lindung untuk mencari makanan, menempatkan diri mereka dalam bahaya.

Dalam penelitian lain, yang diterbitkan bulan lalu di jurnal Endangered Species Research, para ilmuwan memeriksa kotoran paus itu dan menemukan paus yang menderita terlilit alat tangkap.

Hal itu kemudian menghasilkan kadar hormon yang mengindikasikan adanya stres tinggi. Stres tersebut berdampak negatif pada kemampuan paus untuk bereproduksi bahkan ketika mereka bertahan dalam lilitan alat tangkap itu.

Sebuah kajian periodik NOAA tentang paus sikat itu pada bulan Oktober menyebut hewan tersebut harus tetap berada dalam daftar yang terancam punah. NOAA juga merekomendasikan saran-saran untuk melindungi spesies termasuk mengembangkan rencana jangka panjang untuk memantau tren populasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement