Senin 19 Mar 2018 09:12 WIB

Wanita di Atas 30 Tahun Tetap Bisa Produktif Melahirkan

Peneliti menemukan formula obat yang bisa meningkatkan kualitas sel telur.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ani Nursalikah
Wanita hamil
Foto: pixabay
Wanita hamil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riset terbaru peneliti Princeton University, Coleen Murphy memberi harapan bagi perempuan zaman now yang terlambat menikah, namun tetap ingin mempunyai anak meski sudah berusia di atas 30 tahun. Murphy berhasil menemukan formula obat yang bisa meningkatkan kualitas sel telur (ovum) pada wanita, meski mereka sudah diambang usia tidak subur.

Obat ini diklaim bisa memperpanjang tingkat kesuburan wanita 30-an hingga enam tahun lebih lama. Karya emas Murphy diterbitkan dalam jurnal Current Biology beberapa waktu lalu.

"Salah satu ciri penuaan pada wanita adalah hilangnya kemampuan reproduksi pada pertengahan usia dewasa. Pada awal usia 30-an, kesuburan wanita perlahan menurun. Mereka berisiko tinggi keguguran jika hamil, atau bayinya cacat lahir. Semua masalah ini pada dasarnya disebabkan menurunnya kualitas sel telur, bukan berkurangnya jumlah sel telur pada wanita," kata Murphy, dilansir dari News Medical Life Science, Senin (19/3).

Murphy sekitar satu dekade lalu membuat pertanyaan bagaimana caranya menjaga kualitas sel telur wanita seiring bertambahnya usia mereka. Ini yang membuatnya begitu bersemangat berkontribusi dengan melakukan serangkaian penelitian.

Murphy yang juga direktur di Paul F Glenn Laboratories for Aging Research di Pricenton menggunakan cacing mikroskopis jenis Caenorhabditis elegans sebagai obyek penelitian. Cacing ini memiliki banyak gen yang sama dengan manusia.

Beberapa tahun lalu ilmuwan di laboratorium menemukan cacing ini tidak hanya menunjukkan penurunan kualitas reproduksi pada pertengahan usia dewasanya seperti manusia, namun juga kualitas telur yang dapat dibuahi (oosit) juga menurun serupa manusia.

Saat ilmuwan mencari tahu mengapa? Mereka fokus pada gen dan protein pada telur-telur cacing muda. Protein cacing muda itu kemudian diturunkan pada cacing tua yang kualitas oositnya rendah.

Rekan penelitian Murphy, Nicole Templeman dan Rachel Kaletsky menemukan sekelompok protein yang jumlahnya melimpah pada sel telur berkualitas rendah, namun jarang sekali ditemukan pada sel telur berkualitas tinggi pada wanita usia produktif. Protein tersebut adalah protease cathepsin B. P

eneliti kemudian membuat formula obat untuk menghambat pertumbuhan protein tersebut dan mengujikan efeknya pada obyek penelitian. Sebelum obat diberikan pada cacing, Murphy memaparkan tiga kemungkinan reaksi yang terjadi.

Pertama, tidak ada efek dari pemblokiran protein ini. Kedua, jumlah protease cathepsin B justru meningkat sebagai bentuk mekanisme melawan efek penuaan. Ketiga, protein ini berkurang dan memperlambat penuaan terkait usia.

Saat Templeman mengujicobakan protein tersebut, dia menemukan reaksi ketiga terjadi. Cacing-cacing memiliki sel telur berkualitas baik dan tetap bertahan dalam waktu lebih lama.

Kesuburan cacing-cacing tersebut juga meningkat 10 persen. Jika diterapkan pada manusia, itu setara dengan memperpanjang masa reproduksi tiga hingga enam tahun.

Murphy mengatakan lanjutan dari penelitian tersebut adalah mengujicobakan langsung obat tersebut pada wanita berusia 30-an untuk menjaga oosit yang dimilikinya. Tim saat ini masih menunggu sampai cacing-cacing tersebut cukup banyak bereproduksi sebagaimana cacing-cacing muda yang normal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement