REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gunung Merapi baru saja mengeluarkan asap disertai debu vulkanik pada Jumat (11/5) lalu. Aktivitas tersebut dinamakan letusan freatik. Apa itu letusan freatik?
Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Gadjah Mada, Djati Mardiatno mengatakan, letusan freatik merupakan terjadinya kontak antara magma dengan air. Hal itu mengakibatkan keluarnya asap menyembur melalui kolom puncak Gunung Merapi.
"Jadi, ada air yang berkontak dengan magma, mirip seperti air yang dimasukkan dalam wajan yang berisi minyak goreng tengah panas, muncul percikan," kata Djati ketika menerangkan fase yang dapat terjadi walau status gunung normal.
Ia menilai, kontak antara air dengan magma disebabkan adanya retakan baru dalam kawah yang menyebabkan air tanah masuk ke dalam magma. Namun, adanya retakan itu merupakan proses alami karena aktivitas magma Gunung Merapi yang selalu aktif.
Djati mengingatkan, kasus letusan freatik di Gunung Merapi sebenarnya pernah terjadi sebelumnya. Kepulan asap yang ke luar dari puncak tidak cuma mengeluarkan uap air, tapi membawa pasir dan debu yang akan tersebar sesuai arah angin berhembus.
Untuk itu, ia mengingatkan, jika ini terjadi masyarakat tidak perlu dilanda kepanikan tapi tetap harus menggunakan masker. Terutama, selama hujan abu yang mengandung pasir itu tengah melintasi satu daerah atau sedang berlangsung.
"Bukan sekadar debu, abu vulkanik itu mengandung silika (bahan baku kaca), sehingga bila terhirup dan kena mata akan menyebabkan iritasi," ujar Djati.
Walau Gunung Merapi sering mengalami letusan freatik, Djati menilai bukan berarti akan terjadi letusan yang lebih besar. Ia berpendapat, sepanjang aktivitas magma tidak ke luar melalui puncak, tidak akan terjadi erupsi dalam skala besar.
Terkait letusan freatik Gunung Merapi kali ini, Djati berharap pemerintah melalui BPBD tetap melakukan penanggulangan dampak bencana sesuai prosdur. Yaitu, mengungsikan warga yang dinilai memungkinkan terkena dampak.