Ahad 13 Jan 2019 05:01 WIB

Pemanasan Global, Laut Menghangat Lebih Cepat dari Prediksi

Emisi karbon manusia diserap oleh lautan dunia.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Tukik atau anak penyu menuju lautan.
[ilustrasi] Tukik atau anak penyu menuju lautan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan mengungkapkan, hingga 90 persen pemanasan global disebabkan emisi karbon manusia. Mereka memperkirakan emisi karbon inilah yang diserap lautan dunia.

Para peneliti kemudian semakin setuju bahwa lautan memanas lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Pihak Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) sebagai panel ilmiah internasional yang menangani pemanasan global telah menemukan temuan baru.

IPCC menemukan tinjauan baru yang menyimpulkan banyak bukti yang menunjukkan pemanasan yang diamati yakni kandungan panas lautan yang lebih kuat. Para peneliti mengungkapkan, bahwa lautan memanas sekitar 40 persen lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

Sejak 1950-an, penelitian umumnya menunjukkan bahwa lautan telah menyerap setidaknya 10 kali lebih banyak energi setiap tahun. Diukur dalam joule, seperti yang dikonsumsi manusia di seluruh dunia dalam setahun.

Sementara banyak dari keprihatinan manusia tentang perubahan iklim berfokus pada dampaknya terhadap daratan. Di antaranya kenaikan suhu udara, perubahan pola cuaca, dan sebagainya.

Perkiraan akurat tentang pemanasan laut sangat penting bagi pemahaman para ilmuwan tentang pemanasan global. Menentukan seberapa cepat pemanasan lautan membantu para ilmuwan menghitung seberapa sensitif planet ini terhadap emisi gas rumah kaca dan seberapa cepat menghangat di masa depan.

"Lautan, dalam banyak hal, adalah termometer terbaik yang kita miliki untuk planet ini," ujar ilmuwan iklim di University of California, Berkeley dan penulis pendamping analisis baru, Zeke Hausfather.

Ia menjelaskan, pemanasan yang dipercepat juga merupakan masalah besar bagi ekosistem laut mendorong terjadinya pemutihan karang massal di seluruh dunia dan memaksa beberapa spesies untuk bermigrasi ke perairan yang lebih dingin. Pemanasan juga menyebabkan volume air laut meningkat yang dapat berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.

Selama hampir dua dekade, para ilmuwan telah menggunakan jaringan pelampung yang didistribusikan di seluruh lautan secara konstan memonitor suhu air di seluruh dunia. Peningkatan data dari jaringan pelampung dan model serta alat statistik digunakan untuk menganalisis yang lebih akurat.

Jika modelnya akurat yang terus mengeluarkan gas rumah kaca pada tingkat saat ini dapat menghasilkan konsekuensi mengerikan bagi lautan global. Seperti yang ditunjukkan oleh analisis baru, model menunjukkan bahwa skenario iklim dapat menyebabkan hampir 1,5 derajat pemanasan laut.

Studi lain yang diterbitkan awal pekan ini di Prosiding National Academy of Sciences juga menyimpulkan bahwa lautan mengambil setidaknya 90 persen dari kelebihan panas di atmosfer. Mereka juga menemukan bahwa mereka telah memanas setidaknya sejak akhir 1800-an.

Studi ini menunjukkan, bahwa arus dan pola sirkulasi lautan dalam skala besar telah berubah dalam beberapa dekade terakhir karena alasan yang masih diselidiki para ilmuwan. Perubahan ini memengaruhi tempat-tempat di mana panas laut berakhir.

Hingga setengah panas ekstra disimpan di daerah midlatitude Samudra Atlantik sejak tahun 1950-an sebenarnya diangkut di sana dari bagian lain dari lautan. Ini berarti bahwa kenaikan permukaan laut terkait panas di bagian lautan ini sedang dipengaruhi oleh perubahan pola sirkulasi.

Para peneliti mencatat karena perubahan iklim di masa depan dapat menyebabkan pergeseran arus laut yang lebih besar, banyak di antaranya sangat dipengaruhi oleh angin dan pola atmosfer yang mungkin dipengaruhi oleh pemanasan global. Memantau perubahan ini dapat membantu para ilmuwan memprediksi bagian mana dari lautan yang akan menghangat dan meluas yang tercepat di masa depan.

"Perubahan di masa depan dalam transportasi laut dapat memiliki konsekuensi parah bagi kenaikan permukaan laut regional dan risiko banjir pesisir," tulis para penulis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement