REPUBLIKA.CO.ID, Fisikawan fenomenal Inggris, Stephen Hawking, dalam buku terbarunya membuat terjangan gelombang baru. Berdasar observasinya ia mengatakan sains cukup dapat menerangkan asal-usul alam semesta tanpa memohon bantuan Tuhan.
"Karena ada hukum, seperti gravitasi, maka alam semesta dapat dan akan menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan," demikian tulis Hawking dan penulis lain yang ikut terlibat dalam pembuatan buku tersebut, fisikawan dari Caltech, Leonard Mlodinow. Buku kontroversial itu berjulud "The Grand Design" dan akan diterbitkan pekan depan.
"Penciptaan secara spontan adalah alasan mengapa ada sesuatu ketimbang ketiadaan, mengapa alam semesta hadir, mengapa kita hadir. Semua ini tak perlu meminta Tuhan demi menghadirkan cahaya biru menyentuh keras dan mengatur bagaimana semesta bekerja," begitu bunyi salah satu kalimat dalam buku.
Itulah kutipan yang sekita menyalakan api begitu dimuat dalam The Guardian dan Juga The Times of London. Kedua surat kabar itu menerbitkan nukilan buku itu dalam edisi Kamis (2/9) ini. Namun, dengan sendirinya, menurut Alan Boyles, kolumnis MSNBC, kutipan itu tidak memiliki banyak penjelasa tentang maksud "ada".
Bila Hawking semata-mata hanya mengatakan sesuatu dapat hadir dari ketiadaan, mau tak mau, tak ada penjelasan lebih dari asal-usul alam semesta.
Apa yang Hawking hendak katakan, masih menurut Alan, bahwa pelajaran asal-usul semesta di bangku sekolah harus dikembalikan ke masa kini ketimbang mengasumsikan bahwa ada penyebab sekonyong-konyong 13,7 juta tahun lalu, yakni ketika "Seseorang atau Sesuatu" menekan tombol penciptaan kosmis.
Dan ketika seseorang melihat dengan cara itu semesta terlihat lebih dan lebih seperti fenomena kuantum, di mana ada banyak perbedaan percabangan sejarah. Itulah yang dsebut Hawking kosmologi hubungan atas-bawah.
Ruang dan waktu dipandang keluar seperti mendesis, sehingga tak bisa dibilang ada 'waktu' sebelum big bang terjadi, seperti seseorang tak bia mengatakan ada sesuatu yang utara dari kutub utara.
Gravitasi adalah bagian dari skenario karena ia membantu menjaga keseimbangan kosmis tetap dalam garis. Ini adalah bagian dari paragraf di buku "The Grand" sebelum masuk ke kutipan di atas tadi, "Karena gravitasi membentuk ruang dan waktu, ia membuat ruang-waktu stabil secara lokal namun tak stabil secara global. Dalam sekala keseluruhan semesta, energi positif dapat diseimbangkan dengan energi gravitasional negatif, sehingga tidak ada batasan dalam penciptaan seluruh alam semesta,"
Buku tersebut meletakkan gagasan yang selama ini telah selalu mewarnai pemikiran Hawking. Lima tahun lalu misal, ia menyebut bahwa menghilangkan pertanyaan apa yang terjadi sebelum big bang berarti "awal mula semesta dapat dicakup oleh ilmu pengetahuan."
Kemudian empat tahun lalu, ia bercanda bahwa ia telah mempresentasikan makalah yang mempertanyakan bagaimana alam semesta dimulai. Presentasi itu dilakukan dalam konferensi yang sama ketika mendiang Paus Johanes Paulus II berbicara meminta ilmuwan untuk menyingkirkan pertanyaan tersebut.
Apakah pandangan Hawking berarti fisika moderen 'tidak meninggalkan ruang bagi Tuhan dalam penciptaan alam semesta? seperti yang ditulis Times, atau "Tuhan memang tidak menciptakan alam semesta," seperti versi laporan The Guardian.
Alan Boyles masih dalam kolomnya, mengatakan tentu tidak, kecuali seseorang membutuhkan "Tuhan dari Kesenjangan" untuk memasuki wilayah sains. Dalam kalimat lain yang lebih canggih, fisika adalah cara yang tak selalu misterius di mana Tuhan bekerja dan mengatur semesta secara rutin. Pekerjaan Tuhan selalu transparan dan nyata, begitu tulis Alan Boyles mengutip seorang filsuf ternama, Soren Kierkegaard.
Mungkin beberapa orang akan mendebat bahwa konsep 'Keesaan' sangat lemah sehingga harus dihilangkan dengan pisau cukur. Dan juga tetap masih ada yang menyatakan bahwan sains dan agama tidak seharusnya di masukkan dalam ruang yang sama.
Hawking sebelumnya pernah tampil untuk menerima penghargaan atas tulisannya yang menuturkan peran Tuhan dalam ciptaan alam semesta dalam buku terlaris "A Brief History of Time" pada 1998. Saat itu ia berkata, "Jika kita mengungkap sejarah secara lengkap, maka akan menjadi tanda perayaan akhir kemenangan nalar manusia--untuk itu kita harus memahami maksud Tuhan,"