Jumat 08 Apr 2011 21:14 WIB

Mahasiswa UMY Temukan Kontroler Terapi Oksigen Berbasis Mikrokontroler

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Muhammad Fadli Damopolii menemukan alat pengendali pemberian terapi oksigen berbasis mikrokontroler.

"Alat itu memungkinkan untuk mengatur volume oksigen dan jangka waktu pengeluaran oksigen dalam terapi kesehatan," kata Fadli saat memaparkan hasil karyanya berupa alat pengendali pemberian terapi oksigen berbasis mikrokontroler, di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, alat pengendali pemberian terapi oksigen itu menggunakan mikrokontroler sebagai pusat pengolahan data dan motor "stepper" sebagai kontrol putaran "valve" tabung oksigen. Kedua komponen tersebut saling terkait sehingga mampu menjadi alat pengontrol penggunaan oksigen pada terapi oksigen.

"Penggunaan komponen mikrokontroler memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan dengan alat manual, yakni dalam keakuratan dan kecepatan," katanya.

Ia mengatakan panel kontrol pada mikrokontroller menjadikan praktisi kesehatan dapat lebih mudah memberikan kadar dan dosis pemakaian oksigen lebih tepat dan sesuai kebutuhan pasien. Waktu dan tenaga yang dikeluarkan juga lebih hemat.

"Otomatisasi pada tabung oksigen itu menjadikan alat tersebut mampu mengatur volume oksigen dan jangka waktu pengeluaran oksigen. Alat itu juga mampu mengurangi terbuangnya oksigen secara percuma sebagaimana yang terjadi pada proses terapi oksigen manual," katanya.

Alat itu, menurut dia, dapat dipindahkan dari satu tabung ke tabung lain dengan mudah karena memiliki struktur portabel. Untuk mengontrol pemberian terapi oksigen juga dibuat sesuai dengan kondisi dan keadaan yang sering dijumpai di rumah sakit.

Ia mengatakan, inspirasi untuk menciptakan alat itu didasarkan atas pengalaman pribadi dengan alat terapi oksigen yang masih manual sehingga kurang efektif dan efisien dalam pemanfaatannya. Saat melakukan terapi oksigen, tenaga kesehatan harus menunggu sampai alat tersebut berhenti beroperasi.

"Hal itu terjadi karena alat tersebut belum memiliki 'timer' untuk mengatur berapa lama waktu yang akan digunakan dalam melakukan terapi sehingga para petugas kesehatan harus menunggu. Tenaga kesehatan juga sering mengalami kesulitan dalam menakar jumlah pemberian oksigen kepada pasien," katanya.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement