REPUBLIKA.CO.ID, CAPE CANAVERAL, FLORIDA - Misi luar angkasa NASA menggunakan pesawat sendiri segera berakhir setelah Pemerintah AS memutuskan untuk menswastanisasi perakitan pesawat luar angkasa. Pesawat ulang-alik Atlantis dijadwalkan kembali ke Bumi, pekan depan, dekat dengan penutupan program pesawat luar angkasa berawak milik NASA.
Ketika penutupan dilakukan, tak ada lagi pesawat roket AS yang akan siap menggantikan kemampuan mengirimkan manusia ke orbit. Sebagai ganti mengantisipasi gap tersebut, NASA baru-baru ini menyepakati kontrak senilai 763 juta dolar (Rp6,5 triliun) untuk menunggangi 12 pesawat roket besutan Rusia dalam program 2014 hingga 2016.
Hingga waktu itu, badan luar angkasa AS berharap paling sedikit satu dari empat perusahaan swasta yang dikucuri dana segera memperlihatkan hasil berupa pesawat berawak yang siap diluncurkan.
SpaceX (Space Exploration Technologies), sebuah perusahaan yang didirikan oleh pendiri PayPal, Elon Musk, adalah salah satu yang dinilai paling maju di antara tiga perusahaan swasta lain yang ditunjuk untuk menyediakan pesawat ulang-alik (Blue Origin, Boeing Company dan Sierra Nevada Corporation).
Salah satu bukti, baru baru ini SpaceX beberapa kali sukses melakukan peluncuran roket rakitannya Falcon. Sebagai tambahan perusahaan itu juga berhasil meluncurkan kapsul luar angkasa desain mereka sendiri--dinamai Dragon--ke dalam orbit pada 8 Desember 2010.
"Belum ada yang lain sejauh ini," ujar mantan astronot, Garret Reiseman yang kini menjadi pakar keteknikan di SpaceX. "Kami cukup yakin kami terdepan dalam kompetisi ini."
Beberapa hari sebelum pesawat terakhir diluncurkan, Reisman dan staf SpaceX lain mengadakan tur bersama sejumlah wartawan untuk menengok bangunan di mana mereka merakit roket, landasan luncur, pusat kontrol peluncuran dan fasilitas lain di Stasiun Angkatan Udara, Cape Canaveral, Florida.