REPUBLIKA.CO.ID,Entah sejak kapan kucing dan tikus tak pernah bisa 'berteman'. Jangankan bisa saling menguntungkan seperti layaknya hewan atau tumbuhan yang terikat simbiosis mutualisme, dua makhluk ciptaan Allah SWT ini seperti berada dalam dua kekuatan yang berbeda tingkatannya. Tikus yang selalu ketakutan jika bertemu kucing, hampir pasti kerap menjadi korban sang kucing.
Namun, fenomena alami itu nyatanya tak harus berjalan mutlak. Para saintis biofisik dan biokimia dari Tokyo University telah melakukan uji teknologi genetik pada tikus. Dengan melakukan serangkaian modifikasi genetik, mereka bisa 'menciptakan' tikus yang tak memiliki rasa takut pada kucing.
Kisah kartun Tom dan Jerry ala Disney pun seperti menjadi kenyataan. Tom yang selalu kalah diakali oleh Jerry sang tikus kini benar-benar terjadi. Temuan itu seperti memberi secercah sinar harapan bagi perkembangan penelitian tentang tingkah laku hewan mamalia. Tabir rahasia yang memunculkan rasa takut alami pada makhluk mamalia nyatanya bisa dibuka dan dikendalikan.
''Tikus secara alami memang takut pada tikus, dan biasanya panik atau melarikan diri ketika indra penciumannya merasakan keberadaan seekor kucing,'' ungkap Ko Kobayakawa yang memimpin riset tersebut. Namun, ungkapnya, yang mereka lakukan adalah mengubah sel-sel penciuman pada tikus melalui teknologi genetik sehingga tidak lagi menimbulkan rasa takut. Para saintis ini menyatakan bahwa mereka telah sukses mematikan insting ketakutan dari indra penciuman pada tikus akan hadirnya seekor kucing.
Dalam percobaan mereka, secara genetik tikus bisa mendekati kucing, bahkan bercengkrama dan bermain bersama. Kobayakawa menyatakan bahwa mereka menemukan sang kucing 'takluk' terhadap keberanian tikus tadi dan tak lagi ingin menerkam sang tikus.
Percobaan Kobayakawa dan rekan-rekannya ini pernah dipublikasikan pada majalah Nature edisi November 2007. Dalam artikel ini juga dijelaskan temuan tersebut bisa mengantarkan ke penelitian yang lebih jauh lagi. Ini seperti menjadi titik terang bagi penelitian mengenai bagaimana otak berproses menyampaikan informasi atau bereaksi terhadap 'dunia luar'. Kim Dae-soo, profesor genetik sel syaraf dari Korea Advanced Institute of Science and Technology di Seoul, menyatakan bahwa penelitian Kobayakawa ini bisa menjelaskan lebih jauh mengenai rasa takur dan bagaimana mengontrolnya.
''Setiap orang berpikir bahwa tikus memiliki rasa takut yang luar biasa terhadap kucing karena kucing memangsa mereka. Namun, ternyata tidak dalam kasus ini,'' ungkap Kim yang tidak ikut dalam riset tersebut. Jika saja, lanjutnya, kita bisa mengikuti arus hubungan sinyal-sinyal dalam otak maka akan bisa ditemukan jaringan sel dalam otak yang berhubungan dengan rasa takut. ''Dan, ini sangat penting untuk mengontrol rasa takut yang muncul,'' harapnya.