Rabu 23 Jun 2021 14:52 WIB

12 Innovator Ini Terpilih Dalam Ajang IPCIC

Sebanyak 4,8 juta ton per tahun tidak terkelola dengan baik.

Red: Agus Yulianto
Masalah tata kelola sampah nasional sudah memasuki fase yang tak bisa ditawar. Berbagai keluhan tentang lemahnya pengelolaan sampah dan tak berubahnya nasib pekerja informal harus segera disudahi.
Foto: Istimewa
Masalah tata kelola sampah nasional sudah memasuki fase yang tak bisa ditawar. Berbagai keluhan tentang lemahnya pengelolaan sampah dan tak berubahnya nasib pekerja informal harus segera disudahi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Untuk mencari solusi yang tepat, The National Plastic Action Partnership (NPAP) Indonesia bekerja sama dengan UpLink by the World Economic Forum dan the Ocean Plastic Prevention Accelerator (OPPA), meluncurkan the Informal Plastic Collection Innovation Challenge. Setelah melalui berbagai tahap penyaringan yang cukup panjang, akhirnya tim IPCIC berhasil memilih 12 inovator terbaik menuju babak lanjutan kompetisi Informal Plastic Collection Innovation Challenge (IPCIC).

Sebanyak 78 inovator di bidang pengelolaan sampah telah mengirimkan solusinya melalui situs UpLink sejak 23 Maret 2021 hingga 9 Mei 2021 lalu. Proses penjurian dan seleksi dilaksanakan berdasarkan relevansi tema, urgensi, dampak sosial-ekonomi serta potensi pengembangannya menuju skala lebih besar di Indonesia.

OPPA dan the World Economic Forum sangat mengapresiasi seluruh inovator yang telah berusaha mengajukan solusinya. “24 pakar terkait sektor persampahan Indonesia terlibat dalam proses seleksi. Semua ahli dengan hati-hati meninjau semua kiriman di UpLink dan mewawancarai inovator terpilih. Sungguh luar biasa melihat komitmen para ahli untuk menemukan solusi yang tepat untuk menjawab tantangan pengelolaan sampah di Indonesia,” kata Duala Oktoriani, Project Manager di OPPA dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (23/6). 

Ini 12 inovator terpilih sebagai berikut: Duitin, Empower, Griya Luhu, Kabadiwalla Connect, NEPRA, Octopus, Plastic Bank, Rekosistem, Second Life Ocean, Seven Clean Seas, The Kabadiwalla, dan ZeWS -Trashcon.

Bersama Ciptakan Ekosistem Kolaboratif

Data dari the National Plastic Action Partnership (NPAP) menyebutkan 70 persen sampah plastik nasional, diperkirakan sejumlah 4,8 juta ton per tahun tidak terkelola dengan baik. Seperti dibakar di ruang terbuka (48 persen), tak dikelola layak di tempat pembuangan sampah resmi (13 persen) dan sisanya mencemari saluran air dan laut (9 persen).  Angka ini diprediksi bertambah mengingat jumlah produksi sampah plastik di Indonesia menunjukkan tren meningkat 5 persen tiap tahun. 

Melihat kenyataan tersebut, peningkatan peran pekerja sektor informal dalam ekosistem pengelolaan sampah nasional sangat penting. Untuk pengelolaan sampah plastik saja misalnya, data NPAP mengatakan sektor ini mengumpulkan lebih dari 1 juta ton sampah plastik, dengan sekitar 500 ribu ton sampah plastik (atau 7 persen dari total sampah plastik nasional) didapatkan langsung dari daerah pemukiman dan 560 ribu ton plastik dari lokasi transit dan tempat pembuangan akhir. 

Oleh karena itu, penyelesaian masalah plastik di Indonesia, mau tidak mau harus melibatkan sektor informal. Untuk memaksimalkan kontribusi pekerja informal terhadap pengurangan polusi plastik, rencana aksi multi-stakeholder NPAP mengusulkan untuk mengintegrasikan dan mendukung pekerja informal.

Terutama, dalam sistem pengelolaan sampah dan daur ulang, memastikan kondisi kerja dan upah layak , lingkungan kerja yang aman dan bermartabat, serta merancang sistem pengelolaan sampah yang melibatkan sektor informal dalam kegiatan pengumpulan dan pemilahan. Perbaikan ini, hanya mungkin terjadi jika para pemangku kepentingan berkolaborasi dan menghubungkan kegiatan mereka. 

"IPCIC bertujuan untuk memungkinkan perkembangan ini dengan memfasilitasi pembentukan kemitraan dan konektivitas di seluruh sektor pengelolaan sampah," kata Duala.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement