Selasa 19 Oct 2021 00:52 WIB

Peternak Ayam Rugi Miliaran Rupiah per Hari

Peternak ayam skala kecil sangat merasakan efek kenaikan harga pakan.

Red: Indira Rezkisari
Peternak memanen telur.
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Peternak memanen telur.

REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) menyebut estimasi kerugian yang dialami para peternak ayam petelur di Kabupaten Blitar dan Tulungagung mencapai miliaran rupiah setiap harinya. Kerugian adalah imbas tingginya harga pakan sementara nilai jual telor hasil peternakan ayam justru turun drastis.

"Harga telur di kandang saat ini di kisaran Rp 12 ribu hingga Rp 13 ribu per kilogram. Padahal agar peternak bisa untung, harga jual telur minimal Rp 22 ribu per kilogram, atau di atasnya," kata Koordinator aksi PPRN Yesi Yuni dikonformasi usai berunjuk rasa di Bulog Subdivre Tulungagung, Senin (18/10).

Baca Juga

Dengan hitungan selisih harga batas untung minimal dengan harga riil telur ayam buras saat ini saja, kerugian petani sekitar Rp 8 ribu per kilogramnya. Jika diakumulasikan, tiap hari kerugian peternak ayam petelur di Blitar bisa mencapai belasan miliar rupiah per hari.

Saat ini produksi telur di Blitar mencapai 1.000-1.500 ton tiap harinya. Kondisi ini diperparah dengan mahalnya pakan jagung yang menyentuh angka Rp 6.500 per kilogramnya. Padahal biasanya harga jagung sekitar Rp 4.500 per kilogram.

"Kenaikan harga jagung sudah kita rasakan sejak sebelum PPKM," kata Yesi. Kebutuhan jagung rata-rata mencapai 1.500 ton per hari, khusus di Blitar. Selain harga naik, jagung pun sulit didapatkan.

Kondisi ini masih diperparah dengan ekspansi bisnis integrator atau perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di bidang industri peternakan dengan mengembangkan peternakan ayam berskala besar berikut jaringan plasmanya. Imbasnya, usaha kecil-menengah yang digerakkan peternak-peternak kecil terus terdesak.

Suplai telur melimpah, sementara permintaan komoditas telur cenderung stagnan dan bahkan menurun drastis selama pandemi Covid-19. Stok telur yang melimpah tak diimbangi dengan belanja yang tinggi, sehingga membuat harga telur kian terjun bebas.

"Karena kami memproduksi telur, sedang integrator juga memproduksi telur, sedang serapan itu belum membaik sejak PPKM," kata Yesi.

Untuk mempertahankan peternakannya, anggota PPRN ini berusaha dengan berbagai macam cara. Termasuk mengurangi jumlah populasi ternaknya. "Saat ini kami peternak kecil untuk bertahan ada yang terpaksa mengurangi populasi. Jadi sudah kanibal, jual ternak untuk beli pakan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement