Ahad 20 Feb 2022 13:53 WIB

Imbas Penutupan Jalan, Pedagang: Omzet Turun 70-80 Persen

Padahal, penjualan yang paling mendongkrak dagangannya yakni di malem minggu. 

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
Petugas Satpol PP melakukan patroli saat penutupan ruas jalan di Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Ahad (20/2/2022). Dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional, Pemerintah Kota Bandung menutup tiga ruas jalan yang ada.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas Satpol PP melakukan patroli saat penutupan ruas jalan di Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Ahad (20/2/2022). Dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Proporsional, Pemerintah Kota Bandung menutup tiga ruas jalan yang ada.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Satuan Lalu Lintas Polrestabes Bandung bersama Dinas Perhubungan Kota Bandung, pekan ini, kembali menerapkan penutupan tiga ruas jalan. Ketiganya yakni Jl Asia Afrika, Lengkong Kecil, dan Jl Dipatiukur, berlaku mulai pukul 18.00 hingga 24.00. 

Namun, imbas dari kebijakan itu banyak pedagang yang mengeluhkan kerugian akibat sepinya pembeli.  “Buat usaha buntu kalau begini. Jadi sepi, engga ada yang beli. Sebelum ada penutupan, kalau malem biasanya rame, banyak pembeli,” kata Ebi, pedagang bandrek depan Monumen Perjuangan di Jalan Dipatiukur, saat ditemui Republika, Sabtu (19/2/2022) malam. 

Dia dan Ira, sang istri, baru berjualan di Jl Dipatiukur sejak empat hari lalu. Sebelumnya, dia berjualan di Lapangan Gasibu di Jl Diponegoro. 

Namun, dia mengaku, tidak mendapatkan pemberitahuan atau infomrasi mengenai penutupan Jl Dipatiukur. “Nggak ada pemberitahuan sebelumnya, tau-tau sudah begini, ditutup,” ujarnya. 

Akibat penutupan jalan, Ebi mengaku, mengalami penurunan omzet yang sangat signifikan. “(Turun) jauh kalau dibanding  sebelum ditutup. Lebih dari setengahnya semenjak ditutup kaya gini. Sebelum ditutup sehari itu bisa dapet Rp 800 ribu, kalau malem minggu bisa Rp 1 juta. Tapi sejak ditutup gini, dapet Rp 100 ribu aja udah alhamdulillah,” ujar Ebi. 

Padahal, ungkap dia, yang paling mendongkrak penjualan itu, yakni pas malem minggu. "Paling ramai soalnya, kalau hari biasa kan engga terlalu rame juga,” sambungnya. 

Kerugian yang sama juga dialami Fajar

selain sepi pembeli, sangat jarang mendapat pesanan online. Semua itu, kata dia, imbas dari penutupan yang mengharuskan pengendara memarkirkan kendaraannya di luar Jalan Dipatiukur. 

“Sejak penutupan, pembeli sama yang pesan lewat ojol juga jadi minim aja dua-duanya. Soalnya kan ojol juga ditahan karena jalan ditutup,” kata Fajar. 

Nasib serupa juga dialami Tuti (30 tahun). Pedagang nasi kuning di depan Gedung Fakultas Menejemen Pascasarjana Universitas Padjajaran di Jl Dipatiukur. Dia mengatakan, penutupan ini telah dimulai sejak pekan lalu. 

“Sabtu-Ahad kemarin sudah ditutup, mulai jam 6 sore sampai 12 malam. Kalau hari biasa tidak,” tuturnya kepada Republika. 

Meski ditutup, dia mengatakan, masih banyak pedagang yang tetap berjualan. Kebanyakan pembeli yang membawa kendaraan memarkirkan kendaraannya di luar Jl Dipatiukur. Imbasnya, tentu omset yang didapatkan Tuti tidak akan sebesar sebelum penerapan penutupan jalan.  

“Iya (omset turun), tapi yang namanya jualan mah yang penting usaha aja ya, walaupun pembeli memang tidak banyak,” kata Tuti. 

Penutupan jalan yang dimulai dari depan Monumen Perjuangan hingga Taman Gesit (depan Rabbani Dipatiukur) ini membuat banyak pedagang memilih memajukan waktu jualan mereka. Termasuk Yadi, penjual nasi goreng yang berjualan tak jauh dari Tuti. 

Yadi mengatakan, sebelum adanya aturan tersebut, dia biasa berjualan mulai pukul 17.00 hingga tengah malam. Namun kini, dia memutuskan berjualan mulai pukul 13.00 siang hingga 21.00, batas akhir jam dagang yang ditetapkan petugas. 

"Kalau engga di ambilin barang-barangnya sama Satpol PP. Jadi mau nggak mau bukanya lebih awal. Kalau tidak begitu, cuma sebentar jualannya,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement