Kamis 28 Apr 2022 14:25 WIB

Riset IDEAS: Potensi Zakat Fitrah 2022 Tembus Rp 6,7 Triliun

Nilai zakat itu dihitung dari estimasi jumlah penduduk Muslim yang wajib berzakat.

Rep: Lida Puspaningtyas / Red: Friska Yolandha
Seorang Muzakki (pezakat) melakukan ijab pembayaran zakat saat acara Gebyar Kota Bandung Bezakat bersama Badan Amil Zakat Nasional Baznas Kota Bandung di Pendopo, Kota Bandung, Rabu (27/4). Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memperkirakan potensi zakat fitrah 2022 berada di kisaran 476 sampai 529 ribu ton beras.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Seorang Muzakki (pezakat) melakukan ijab pembayaran zakat saat acara Gebyar Kota Bandung Bezakat bersama Badan Amil Zakat Nasional Baznas Kota Bandung di Pendopo, Kota Bandung, Rabu (27/4). Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memperkirakan potensi zakat fitrah 2022 berada di kisaran 476 sampai 529 ribu ton beras.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memperkirakan potensi zakat fitrah 2022 berada di kisaran 476 sampai 529 ribu ton beras. Jika dinominalkan, jumlahnya setara Rp 4,7 triliun - Rp 6,7 triliun.

Angka tersebut didapat dengan estimasi jumlah penduduk Muslim yang wajib menunaikan zakat fitrah sebanyak 211,7 juta orang. Jumlah tersebut terdiri dari kelompok muslim kelas menengah-bawah 94,6 juta orang dan kelompok muslim kelas menengah-atas 117,0 juta orang.

Baca Juga

Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono menyampaikan dalam skenario baseline, dengan tingkat kepatuhan 90 persen dan harga beras sesuai konsumsi sehari-hari, potensi zakat fitrah kelas menengah-bawah mencapai 213 ribu ton. "Ini setara Rp 2,0 triliun, dan potensi dari kelas menengah-atas mencapai 263 ribu ton, setara Rp 2,8 triliun," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (28/4/2022).

Dia menambahkan nilainya dalam skenario optimistis dengan tingkat kepatuhan sempurna dan muzakki membayar dalam bentuk uang sesuai anjuran lembaga amil. Anjuran yang umumnya dengan acuan harga beras lebih tinggi, terutama bagi muzaki kelas atas di perkotaan.

Dengan asumsi tersebut, potensi zakat fitrah melonjak menjadi kelas menengah-bawah 237 ribu ton atau Rp 2,6 triliun) dan kelas menengah-atas 293 ribu ton atau Rp 4,1 triliun. Jika tergali dan terdistribusi dengan baik, zakat fitrah memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan untuk membantu memerangi kemiskinan, terutama kemiskinan ekstrem. 

"Potensi zakat fitrah 2022 setara dengan konsumsi beras setahun untuk 9,4 juta penduduk miskin ekstrem pada 2021, yaitu 696 ribu ton senilai Rp 6,0 triliun," kata Yusuf. 

Estimasi jumlah mustahik zakat fitrah sekitar 23,9 juta orang, yaitu muslim miskin 15,7 juta orang dan muslim miskin ekstrem 8,2 juta orang. Distribusi zakat fitrah secara tepat sasaran akan melonjakkan konsumsi beras per kapita mustahik miskin dan miskin ekstrem. 

Jika mendapat 190 – 212 ribu ton beras zakat fitrah, konsumsi beras per kapita penduduk miskin ekstrem berpotensi meningkat dari 0,205 Kg per hari menjadi 0,269 – 0,277 Kg per hari. Dan di saat yang sama, alokasi 286 – 317 ribu ton beras zakat fitrah, berpotensi meningkatkan konsumsi beras per kapita penduduk miskin dari 0,218 Kg per hari menjadi 0,269 – 0,274 Kg per hari. 

Pada 2021, sebesar 6,5 persen dari 9,4 juta penduduk miskin ekstrem mengaku pernah merasa lapar namun tidak mampu makan karena tidak memiliki cukup uang. Di saat yang sama, sebesar 3,5 persen dari penduduk miskin ekstrem mengaku pernah tidak makan sepanjang hari karena kekurangan uang.

Pengalaman kerawanan pangan yang parah ini banyak ditemui di kantong kemiskinan ekstrem baik di Jawa seperti di Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Karawang, maupun di Luar Jawa seperti Kabupaten Mappi dan Kabupaten Sumba Barat Daya. 

Tujuan akhir yang ingin dicapai zakat fitrah adalah pemerataan konsumsi pangan melalui consumption- transfer dari kelompok kaya ke kelompok miskin. Distribusi konsumsi pangan yang lebih merata, akan menekan masalah-masalah sosial di masyarakat yang berasal dari rendahnya konsumsi pangan seperti kelaparan ekstrem, kurang gizi dan gizi buruk, hingga stunting.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement