Anonymous Ancam Retas Sponsor Piala Dunia Brasil
REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JENEIRO -- Kelompok hacker, Anonymous tengah mempersiapkan serangan cyber yang ditujukan untuk perusahaan sponsor Piala Dunia di Brasil. Menurut salah seorang hacker yang mengetahui rencana tersebut, aksi retas dilakukan dalam rangka memprotes belanja mewah di tengah tuntutan upaya penyediaan layanan dasar, pada penyelenggaraan pertandingan sepak bola Piala Dunia.
Awal pekan ini, Anonymous menyerang jaringan komputer Kementerian Luar Negeri Brasil sehingga puluhan email rahasia kementerian bocor. "Kami telah melakukan tes larut malam untuk membidik situs-situs rentan," kata hacker yang beroperasi di bawah Alias Che Commodore. "Kami memiliki rencana serangan," lanjutnya.
Dalam percakapan Skype dari lokasi yang dirahasiakan di Brasil, ia menyatakan bahwa sasaran para peretasadalah para sponsor Piala Dunia. Ia menyebut target potensial sponsor di antaranya Adidas, Emirates Airline, Coca-Cola Co dan Budweiser yang dimiliki oleh Anheuser-Busch InBev.
Reuters tidak dapat mengkonfirmasikan identitas Che Commodore atau afiliasi dengan Anonymous. Sementara itu, para sponsor tidak segera menanggapi ancaman maupun mengomentarinya. Ancaman serangan cyber pun belum ditanggapi oleh penyelenggara Piala Dunia yang akan diseleggarakan pada 12 Juni di Brasil.
“Peretas yang dikenal sebagai AnonManifest menggunakan phishing attack untuk masuk ke database Kementerian Luar Negeri dan akhirnya mengakses sistem dokumentasinya,” kata Che Commodore kepada Reuters. Sampai kemarin sore, lanjut dia, hacker masih memiliki akses ke dalam sistem.
Setelah serangan itu, sistem email Kementerian Luar Negeri ditutup. Kementerian juga memerintahkan pemegang account email yang berjumlah tiga ribuan untuk mengubah password mereka. Sementara itu, polisi federal sedang menyelidiki pelanggaran.
“Sebanyak 55 akun email diretas dan satu-satunya dokumen yang diselamatkan terlampir pada email dan dari arsip dokumen internal kementerian,” kata Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri kepada Reuters pada Jumat.
Masalah peretasan tersebut, lanjut dia, telah diselesaikan. “Lagi pula, tidak ada dokumen penting yang penting bocor," kata pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya karena ia mengaku tidak berwenang untuk membahas masalah tersebut.