Laga Perdana Piala Dunia 2014 Belum Sepenuhnya Aman
REPUBLIKA.CO.ID, SAO PAULO -- Para pekerja dan staff Metro Sao Paolo, jaringan transportasi terbesar di Sao Paolo, memang telah memutuskan untuk menghentikan aksi mogok dan demonstrasi. Namun, bukan berarti upacara pembuka sekaligus laga perdana di Piala Dunia 2014, Jumat (13/6) dini hari WIB, bakal benar-benar aman dari aksi demonstrasi dan unjuk rasa penentang gelaran Piala Dunia 2014.
Serikat Pekerja Metro Sao Paolo memutuskan untuk menghentikan aksi mereka dalam dua hari mendatang, Selasa dan Rabu waktu setempat.
Namun, Presiden Serikat Pekerja Metro Sao Paolo, Altino Prazeres, menegaskan, pihaknya tengah merundingkan kemungkinan untuk kembali turun ke jalan pada Kamis (12/6) waktu setempat, atau bertepatan dengan laga pembuka Piala Dunia 2014 yang digelar di Stadion Corinthians Arena.
Menurut Prazeres, pihaknya akan terus turun ke jalan hingga pihak pemerintah menaikkan gaji pekerja Metro Sao Paolo sebesar 12, persen, berselisih empat persen dari kenaikan yang ditawarkan pemerintah.
''Kami ingin mendapatkan kepastian secepatnya dan kami juga terbuka untuk proses negosiasi,'' kata Prazeres di Independent, Rabu (11/6).
Dalam lima hari terakhir, sekitar 8000 ribu pekerja Metro Sao Paolo memang memutuskan turun ke jalan dan melakukan mogok kerja. Mereka menuntut kenaikan gaji dan menyoroti besarnya anggaran yang digelontorkan Pemerintah Brasil dalam menyiapkan gelaran Piala Dunia 2014.
Dalam melakukan aksinya, para pekerja Sao Paolo Metro ini bergabung dengan pensiunan polisi, supir bus, dan sejumlah pihak yang menentang gelaran Piala Dunia 2014. Bahkan, demi meredam aksi unjuk rasa itu, petugas kepolisian Brasil sempat beberapa kali melepaskan tembakan gas air mata ke arah pengunjuk rasa.
Pemerintah Brasil memang terus mendapat sorotan terkait kesiapan mereka menggelar Piala Dunia 2014. Selain diwarnai keterlambatan infrastruktur dan dugaan korupsi, besarnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah juga menyulut kemarahan warga Brasil.
Dana sebesar 11,5 miliar dollar US (Rp 135 triliun), yang digunakan Pemerintah Brasil demi menyiapakan Piala Dunia 2014, termasuk pembangunan enam stadion baru, dianggap terlalu besar untuk menggelar sebuah turnamen sepak bola.
Sementara di sisi lain, Pemerintah Brasil justru dinilai lalai dalam memberikan jaminan kesehatan, pemukiman, pendidikan, dan kesejahteraan buat rakyatnya.
Kendati begitu, Presiden Brasil, Dilma Rossuef, menegaskan dana yang digunakan untuk menyiapkan Piala Dunia tidak semua berasal dari anggaran negara, tapi juga ada investasi dari pihak swasta.
Selain itu, demi menjawab kecurigaan terkait dugaan korupsi yang terjadi di sejumlah proyek pembangunan stadion, Rousseff menyebut, semua laporan keuangan yang terkait Piala Dunia akan segera diaudit.
''Tidak perlu diragukan lagi, akan ada auditor dari lembaga independen yang akan memeriksa laporan keuangan pada proyek-proyek tersebut. Jika ada hal yang tidak sesuai, kami akan langsung menjatuhkan sanksi berat,'' kata Rossuef, seperti dikutip Associated Press, Rabu (11/6).
Presiden yang berasal dari Partai Pekerja Brasil itu juga meminta segenap warga Brasil untuk terus memberikan dukungan kepada timnas Brasil. Meskipun ada beberapa kontroversi terkait penyelenggaraan Piala Dunia 2014 di negara terbesar di kawasan Amerika Selatan tersebut.
Rossef juga menegaskan, semua yang telah dilakukan pemerintahnya dengan mengajukan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia bukan bagian atau upayanya untuk bisa kembali maju di pemilihan Presiden pada Oktober mendatang.
''Di balik seragam kuning-hijau timnas, ada kekuatan seluruh warga Brasil. Timnas mencerminkan bangsa secara umum, di atas pemerintah, partai, dan kepentingan manapun,'' lanjut Rossuef.