Balutan Teknologi di Pusat Permainan Sepak Bola
Oleh Reja Irfa Widodo
Selain suara bising yang ditimbulkan Vuvuzela, Afrika Selatan 2010 juga masih menyimpan kontroversi tersendiri. Adalah bola resmi Piala Dunia 2010, Jabulani, yang tidak berhenti menuai kritik selama gelaran Piala Dunia edisi ke-19 tersebut.
Kritikan paling keras datang dari para penjaga gawang. Bahkan kiper juara Piala Dunia 2010, Iker Cassillas, sempat menyebut Jabulani lebih cocok disebut bola pantai dan tidak layak digunakan di Piala Dunia.
Ungkapan senada juga diungkapkan kiper timnas Italia, Gianluigi Buffon. Menurutnya, Jabulani seharusnya tidak digunakan untuk momen sebesar Piala Dunia lantaran arah gerak bola terlalu liar.
Kiper asal Brasil, Julio Cesar, memiliki analogi yang unik untuk Jabulani. ''Bola itu seperti bola yang dijual di supermarket,'' kata Cesar seperti dikutip Reuters.
Rasanya wajar jika penjaga gawang mengeluh atas penggunaan bola baru. Tapi, hal tersebut menjadi tidak wajar jika pemain-pemain outfield atau pemain yang berada di dalam lapangan selain kiper juga berkeluh kesah.
Gelandang Spanyol di Piala Dunia 2010, Xavi Hernandez, menjadi salah satu pemain yang mengkritik Jabulani. Kekecewaan terhadap kompetisi Piala Dunia, kata gelandang Barcelona itu, akan sama besarnya apabila turnamen ini menggunakan bola yang tidak terlalu bagus dan memiliki karakter bola yang aneh.
''Jadi pertanyaannya, apakah kami harus memakai bola itu. Padahal, bola itu memiliki pergerakan yang terlalu liar,'' kata Xavi.
Memang fokus utama kritik terhadap Jabulani, yang berarti perayaan itu, adalah pergerakan bola yang terlalu liar dan tidak bisa diprediksi kala melayang di udara. Kondisi ini terjadi lantaran bola yang namanya diambil dari bahasa Zulu itu terlalu ringan. Jika dibandingkan Teamgeist, Jabulani memang lebih ringan satu gram.
Deretan kritik ini menjadi pukulan berat buat Adidas selaku partner utama FIFA dalam menyediakan kelengkapan pertandingan, termasuk bola resmi, di semua turnamen resmi FIFA.
Padahal, pada awal pengembangannya, Jabulani menerapkan teknologi terbaru lewat perpaduan teknologi ''grip and groove'' dengan panel 3D. Dengan teknologi ini, Jabulani diharapkan lebih aerodinamis dan berbentuk bulat sempurna.
Namun, semua dukungan teknologi tinggi itu tidak menjamin Jabulani bakal diterima oleh para pemain. Kurang melibatkan uji coba terhadap pemain dan lebih banyak berkutat dengan percobaan ilmiah oleh ilmuwan dianggap Jabulani mendapatkan kritikan paling keras diantara semua bola resmi Piala Dunia yang diproduksi FIFA.
Tebus 'Dosa'
Inilah yang ingin coba ditebus Adidas di Piala Dunia 2014. Bola resmi Piala Dunia 2014, Brazuca, diklaim menjadi bola yang paling banyak mendapatkan ujicoba dalam sejarah penggunaan bola di Piala Dunia.
Dalam proses pengembangan Brazuca, yang dilakukan selama dua setengah tahun, Adidas melakukan ujicoba yang melibatkan 600 pemain top dunia dan 30 tim di 10 negara yang tersebar di tiga benua.
''Saatnya membuat bola yang sesuai dengan keinginan pemain dan tahu kemana dia akan menempatkan bolanya. Dengan desain satu bentuk panel, Brazuca memiliki kuncian yang kuat antara panel yang satu dengan yang lain. Desain itu membuat Brazuca lebih simetris dan seimbang. Kami berhasil meningkatkan aspek geometri dari bola tersebut, sehingga meningkatkan aerodinamis dan lebih stabil,'' kata Direktur Inovasi Adidas, Antonio Zea, di NBC News.
Brazuca memang merevolusi tampilan di bola-bola resmi Piala Dunia sebelumnya, seperti Fevernova, Teamgeist, dan Jabulani. Brazuca terdiri dari enam panel berbentuk baling-baling. Enam panel ini ditempelkan satu sama lain dengan cara dipanaskan, sehingga saling menempel dengan sangat baik.
Permukaan panel-panel ini akan mengalirkan udara saat bola tersebut ditendang. Aliran udara ini dijamin lebih baik dibanding dengan aliran udara di bola yang memiliki delapan panel.
Brazuca, yang warnanya diambil dari warna gelang permintaan yang dikenakan oleh masyarakat Brasil, itu pun mendapat sambutan positif dari para pemain. Bek sayap asal Brasil, Daniel Alves, menyebut performa Brazuca cukup apik, baik kala berada di udara ataupun saat berada di tanah. Sementara bintang Argentina, Lionel Messi, menyebut Brazuca bola yang luar biasa.
Sedangkan gelandang asal Inggris, Steven Gerrard, juga memiliki penilaian lain. ''Dari beratnya, Brazuca sudah cukup bagus. Jika dilihat dari beratnya, maka bola ini bisa diandalkan dan bola yang benar-benar berkualitas,'' kata Gerrard di NBC News.
Tidak hanya itu, ilmuwan asal Badan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA), Rabi Mehta, sempat melakukan sejumlah penelitian singkat terhadap Brazuca. Menurut salah satu ahli di Pusat Penelitian Aerodinamis NASA itu, dilihat dari daerah jahitan dan perpotongan antara panel, Brazuca masih dapat ditebak oleh para pemain.
''Teori saya, efektifitas kekesatan Brazuca lebih baik dibanding bola-bola sebelumnya. Artinya, kecepatan yang bisa dihasilkan bola usai ditendang akan lebih rendah,'' kata Mehta di NBC News.
Namun, kekhawatiran terkait ketidakpuasan soal penggunaan Brazuca masih bisa terjadi. Tingginya teknologi belum menjamin kepuasan para pengguna.
''Teknologi bukan segalanya. Para ilmuwan datang dengan teknologi atom, tapi bukan berarti, kami harus menggunakannya,'' kata kiper timnas Amerika Serikat, Marcus Hahnemaan, saat membalas pembelaan Adidas soal buruknya performa Jabulani di Afrika Selatan 2010.