DPR: Ahok tak Memiliki Kedudukan Hukum
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diwakili anggota Komisi III DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak memiliki kedudukan hukum untuk melakukan uji materi Undang-Undang Pilkada. "Pemohon tidak berkedudukan hukum," ujar Sufmi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin.
Hal itu dikatakan Sufmi dalam sidang uji materi ketentuan Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Pilkada yang diajukan oleh Ahok. Sufmi mengatakan, Ahok tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak menjelaskan secara konkret kerugian konstitusional yang dia alami akibat berlakunya Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada.
"Sehingga DPR meminta Mahkamah untuk menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Sufmi.
Dalam permohonannya, Ahok menguji Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada yang berbunyi, "Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a. Menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b. Dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya."
Ahok beralasan, Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada dapat ditafsirkan, selama masa kampanye Pemohon wajib menjalani cuti. Padahal, selaku pejabat publik, Pemohon memiliki tanggung jawab kepada masyarakat Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan program unggulan DKI Jakarta terlaksana, termasuk proses penganggarannya.
Ahok sebagai pemohon berpendapat, seharusnya ketentuan dalam Pasal 70 ayat (3) UU Pilkada ditafsirkan bahwa cuti selama kampanye merupakan hak bagi pejawat yang bersifat opsional, dan pihaknya lebih memilih untuk menyelesaikan program unggulan DKI Jakarta serta membahas APBD DKI Jakarta.
Baca juga, Ini Isi Perbaikan Gugatan Cuti Kampanye Ahok di MK.
Ahok meminta MK untuk menyatakan, materi muatan UU Pilkada Pasal 70 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ini sepanjang tidak dimaknai cuti sebagaimana termuat dalam materi muatan pasal tersebut adalah hak yang bersifat opsional dari gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, yang mencalonkan kembali pada daerah sama.