Pemprov NTB Diminta Tingkatkan Pengiriman TKI Profesional
REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Tim Pengawas DPR RI terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mendorong pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meningkatkan pengiriman tenaga kerja professional (sektor formal). NTB merupakan salah satu provinsi pengirim TKI terbesar setelah Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf sekaligus Ketua Timwas DPR RI dalam kunjungan kerjanya di Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jumat (9/12).
“Kami ingin mendorong pemda dalam mengirimkan tenaga kerja sektor formal, bukan lagi informal. Bedanya formal dan informal adalah, mereka berpendidikan, bersertifikasi dan punya kontrak yang jelas,” ujar dia.
Saat ini, sebagian besar TKI yang bekerja diluar negeri bergerak di sektor informal, sehingga TKI tidak memiliki posisi tawar dalam menentukan kontrak kerja. Hal ini tidak terlepas dari rendahnya keterampilan yang dimiliki para TKI.
Menurutnya, masalah utama TKI bukan di luar negeri, tetapi dari dalam negeri pada saat pra keberangkatan. Terlihat dari banyaknya TKI non prosedural, tidak diberikan skill pengetahuan dan pemahaman sehingga kekurangan tersebut dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu di negara tempat mereka bekerja.
Melalui revisi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) yang saat ini sedang dibahas di Komisi IX DPR, Dede mendorong peran pemerintah daerah untuk ditingkatkan. Terutama dalam memberikan pembekalan bahasa dan keterampilan atau sertifikasi bagi calon TKI sebelum keberangkatan.
“Revisi PPTKILN akan menitikberatkan 50 persen tugas dan tanggung jawab itu di Pemda. Informasi mengenai pekerja diluar negeri akan tersalurkan langsung sampai ditingkat kecamatan bahkan tingkat desa. Dimana dinas tenaga kerja akan berfungsi sebagai penyaring siapa penduduk warga yang boleh berangkat keluar, termasuk pelayanan terpadu satu pintu. Jadi tidak ada lagi tekong atau calo-calo,” kata dia.
Nantinya, ia berharap Indonesia dapat mencontoh negara serumpun, Filipina yang berhasil meningkatkan tenaga kerjanya dari informal menjadi formal dan skill. “Bekerja di luar negeri bukan sebuah aib, itu adalah hak dan pilihan tapi yang harus dikejar adalah bagaimana mengejar keterampilan, bahasa dan sertifikat,” kata Dede Yusuf.