Komisi X Dukung RPP Pendidikan Dokter Segera Ditandatangani Presiden

DPR
RDP antara Panja Prodi DLP dengan Dirjen Sumber Daya IPTEK Dikti, Dirjen Kelembagaan IPTEK Dikti, dan Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3).
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Kerja Program Studi Dokter Layanan Primer (Panja Prodi DLP) mendukung agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Kedokteran (Dikdok), agar segera ditandangani oleh Presiden Joko Widodo. RPP Dikdok ini telah diajukan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada 14 Maret 2017 lalu.
 
Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah, saat membacakan kesimpulan RDP antara Panja Prodi DLP dengan Dirjen Sumber Daya IPTEK Dikti, Dirjen Kelembagaan IPTEK Dikti, dan Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3). “Panja Prodi DLP medukung agar RPP segera ditandatangani Presiden, namun perlu memperhatikan materi muatan dalam RPP tersebut, khususnya terkait Prodi DLP agar tidak meimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Untuk itu perlu perlu disosialisasikan secara masif,” kata Ferdi, melalui siaran pers.
 
Dalam kesempatan itu, kata Ferdi, Panja Prodi DLP mengapresiasi Kemenritekdikti, karena dalam pembuatan RPP Dikdok sudah sesuai dengan UU No 20 Tahun 2013 tentang Dikdok, dan sudah diharmonisasi dengan UU lain yang memiliki korelasi di bidang kesehatan dan pendidikan tinggi.
 
“Panja Prodi DLP mengapresiasi, karena RPP ini sudah memuat substansi tolak ukur mengenai kesiapan dan persiapan pada substansi tentang kurikulum, dosen, tenaga kependidikan, anggaran, peserta didik, gelar dan jenjang karir,” kata dia.

Politikus asal dapil Jabar itu menambahkan, RPP juga dinilai sudah menampung aspirasi masyarakat, baik yang pro dan kontra, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 
Sebelumnya, Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti, Intan Ahmad mengatakan proses harmonisasi RPP UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran oleh Kementerian Hukum dan HAM telah selesai pada 22 Desember 2016 lalu. Proses harmonisasi ini melibatkan setidaknya 8 kementerian dan lembaga, diantaranya Kemenristekdikti, Kemenkes, Kemenkeu, Kemensetneg, Kemendagri, Kemenkumham, Kemenpan RB, dan BKN.
 
“Setelah melakukan sekitar tujuh kali pertemuan harmonisasi, seluruh kementerian menerima serta menyepakati seluruh norma pada RPP,” kata Intan.
 
Namun, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengusulkan agar proses harmonisasi dapat ditunda. Sebab, masih membutuhkan waktu untuk menyepakati substansi RPP perihal norma DLP. Kemenkumham pun menyampaikan kepada Kemenritekdikti pada 30 Desember 2016 lalu, memberikan catatan bahwa masih terdapat perbedaan pandangan antara Pemerintah dengan Organisasi Profesi.
 
Intan menambahkan, Kemenritekdikti telah menjembatani untuk berdiskusi dengan PB IDI pada 4 dan 25 Januari 2017. Kemenko PMK juga melakukan upaya dengan menjembatani konsensus antara Pemerintah dan PB IDI pada 14 dan 21 Februari 2017. Pada 16 Februari 2017, jelas Intan, PB IDI menyampaikam masukan terhadap RPP, yaitu menghapus semua norma terkait DLP dalam UU Nomor 20 Tahun 2013, dengan konsekuensi perubahan terhadap UU tentang Pendidikan Kedokteran itu.
 
“Kemenristekdikti pun mengambil langkah konkrit dengan menyampaikan RPP kepada Presiden pada 14 Maret 2017, dengan memperhatikan masukan PB IDI, sebagai catatan,” kata Intan.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler