Presiden Iran Menantang Pemerintahan Trump, ‘Lakukan Apa Pun yang Kalian Mau’
Pezeshkian menegaskan Iran tidak akan bernegosiasi dengan pemerintahan Trump.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Masoud Pezeshkian pada Selasa (11/3/2025), menegaskan bahwa Iran tidak akan bernegosiasi dengan pemerintahan Donald Trump. Dikutip Anadolu, ia mengatakan, "Lakukan apa pun yang kalian mau."
"Jika kalian mengancam kami, Saya tidak akan bernegosiasi, lakukan apa yang kalian mau," kata Pezeshkian merespons ancaman Trump.
Mengkritisi cara Trump memperlakukan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih belum lama ini, Pezeshkian mengatakan, "Ada yang merasa dipermalukan atas apa yang dilakukan Trump terhadap Zelenskyy."
Pada Sabtu (8/3/2025), Iran membantah klaim Trump yang menyebut dirinya telah mengirim surat ke Teheran berisi tawaran negosiasi terkait program nuklir.
Sebelumnya dalam sebuah pernyataan, Trump berharap Iran akan setuju untuk berunding. "Saya bilang saya berharap anda mau bernegosiasi karena itu akan jauh lebih baik bagi Iran," sebelum mengingatkan Teheran akan potensi aksi militer.
Pada 2018, Trump menarik diri dari perjanjian nuklir Iran yang diteken pada 2015 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran. Meskin tetap patuh terhadap perjanjian itu hingga 2016, Iran sedikit demi sedikit mengurangi komitmennya atas alasan melindungi kepentingan negara.
Dewan Keamanan PBB akan menggelar pertemuan tertutup pada Rabu (12/3/2025) guna membahas stok uranium Iran yang mendekati level bom nuklir. Pertemuan itu digelar atas permintaan 15 anggota di antaranya Prancis, Yunani, Panama, Korea Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat.
Mereka juga meminta DK PBB untuk membahas kewajiban Iran kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk menyediakan "informasi yang dibutuhkan untuk mengklarifikasi masalah penting terkait materi nuklir yang tidak terdeklarasikan di beberapa titik lokasi di Iran," ujar salah seorang diplomat dikutip Reuters, Senin (10/3/2025).
Utusan Iran untuk PBB di New York tidak segera merespons permintaan klarifikasi atas rencana pertemuan ini. Sebelumnya, Iran telah berulang kali membantah mengembangkan senjata nuklir. Namun, berdasarkan laporan IAEA, Iran mengakselerasi pengayaan uranium hingga ke level pemurniaan 60 persen, atau kurang 30 persen dari kebutuhan produksi bom nuklir.
Negara-negara Barat menilai tidak perlu memproduksi uranium dalam skala seperti yang diproduksi Iran saat ini di bawah kepentingan program sipil, dan tidak ada negara yang tidak membuat bom nuklir pada level pengayaan uranium hingga 60 persen atau lebih. Namun, Iran selalu menegaskan, bahwa program nuklirnya untuk kepentingan damai.
Pekan lalu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei menolak upaya negosiasi Amerika Serikat (AS) terkait program nuklir Iran. Berbicara di hadapan sejumlah pejabat tinggi, Khamenei tidak spesifik menyebut AS, tapi mengatatakan, satu "pemerintahan perundung" ngotot untuk mendorong negosiasi.
"Negosiasi mereka tidak bertujuan untuk menyelesaikan masalah, tapi untuk ... mari bicara untuk menerapkan sanksi yang kami mau terhadap pihak lawan di meja perundingan," kata Khamenei dilaporkan CBS, Sabtu (8/3/2025).
Pernyataan Khamenei dilontarkan sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengeklaim telah mengirim surat kepada Ayatollah dengan tujuan mencari kesepakatan baru dengan Teheran agar menghentikan program nuklir dan menggantikan kesepakatan yang pernah ditarik AS saat ia berkuasa pada periode pertama. Namun, seperti dilaporkan AFP, Iran mengatakan belum menerima surat Trump itu.
"Kami mendengar itu (surat Trump) tapi kami belum menerimanya," ujar Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi dikutip televisi nasional Iran.