DPR Desak Pemerintah Lakukan Langkah Ini untuk Lindungi TKI
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR RI merasa prihatin dengan kondisi TKI di luar negeri, khususnya di Malaysia. Ketua Komisi IX Dede Yusuf M. Effendi mengatakan mendesak pemerintah untuk melakukan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam melindungi TKI di luar negeri.
Adapun tiga hal yang menjadi penekanan Komisi IX antara lain; yang pertama melakukan upaya diplomasi bilateral kepada pemerintah Malaysia agar TKI di sana diperlakukan secara khusus. Termasuk, mengupayakan agar pengurusan legalitas dokumen kerja dan izin tinggal TKI bisa dipermudah dengan biaya yang tidak memberatkan.
Kedua, mempersiapkan bantuan hukum yang diperlukan sehingga TKI yang terjaring dapat menghadapi proses hukum sebagaimana mestinya. Dan yang ketiga, mendesak pemerintah untuk memfasilitasi kepulangan TKI non-prosedural dengan melakukan pendataan yang benar, dan jika diperlukan, membantu biaya kepulangan mereka dari anggaran APBN yang ada.
Melihat kompleksnya persoalan TKI di luar negeri, di kesempatan ini Komisi IX juga mengharapkan perhatian Presiden Joko Widodo terhadap pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) yang sedang dibahas DPR bersama pemerintah.
Berkaitan dengan RUU PPILN ini, Komisi IX DPR menyampaikan, bahwa pembahasan RUU ini sudah sampai pada tahap menyamakan persepsi di tingkat pemerintah terhadap beberapa isu aktual. Salah satu isu aktual yang perlu disamakan adalah terkait pembagian kewenangan antara regulator dan operator dalam penanganan TKI.
"Perlu ditegaskan bahwa sampai saat ini posisi delapan Fraksi di Komisi IX DPR adalah menegaskan perlunya pemisahan kewenangan dan tanggung jawab yang tegas antara Kemenaker dan BNP2TKI. Sejalan dengan itu, kedelapan fraksi menyetujui agar BNP2TK bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden, tanpa melalui Kemenaker," kata Dede, Selasa (11/7).
Selain itu Komisi IX juga mendesak agar pemerintah, khususnya Kemenaker, bisa segera memenuhi undangan Komisi IX DPR RI untuk melanjutkan pembahasan RUU tersebut. Perlu ditegaskan, bahwa Menaker sudah tiga kali tidak menghadiri undangan raker dengan Komisi IX untuk membahas RUU tersebut.
"Ini perlu dicatat agar masyarakat mengetahui bahwa Komisi IX bersungguh-sungguh menyelesaikan pembahasannya. Sudah sepatutnya, kesungguhan Komisi IX itu juga diikuti oleh pihak pemerintah, terutama Menaker yang menjadi leading sector-nya," kata Dede.