PM Jepang Didesak Nyatakan Status Darurat Wabah Corona
PM Jepang menghadapi kritik atas penanganan wabah virus corona.
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe didesak untuk menyatakan keadaan darurat atas wabah virus corona yang melanda negaranya. Abe menghadapi kritik atas penanganan wabah virus yang diberi nama Covid-19 itu, menjelang perhelatan Olimpiade 2020.
Jepang mengkonfirmasi 1.000 kasus virus corona termasuk, sekitar 700 dari kapal pesiar yang dikarantina di Yokohama. Kini, virus tersebut telah menyebar ke 80 negara dengan jumlah kematian mencapai 3.600.
Para kritikus mengatakan, Abe terlalu lambat dalam membatasi pengunjung dari Cina. Dalam sebuah jajak pendapat, sekitar 50 persen responden mengatakan mereka tidak puas dengan cara Abe menangani wabah virus korona. Lambatnya penanganan virus korona dikhawatirkan dapat merusak citra Jepang sebagai tuan rumah Olimpiade 2020.
"Saya ingin Olimpiade berhasil lebih dari siapa pun, tetapi faktor negatif meningkat," ujar mantan Gubernur Tokyo Yoichi Masuzoe.
Pemerintah Jepang berencana mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada parlemen untuk merevisi Undang-Undang 2012 yang diberlakukan setelah epidemi influenza pada 2009. Dengan demikian undang-undang tersebut dpat diterapkan pada wabah virus corona.
Revisi undang-undang itu akan memungkinkan perdana menteri untuk menyatakan status darurat secara resmi. Dampak virus corona dapat menimbulkan bahaya besar bagi kehidupan dan meningkatkan risiko resesi ekonomi.
Dengan status darurat tersebut, para gubernur di seluruh daerah dapat meminta penduduk untuk tetap tinggal di rumah, menutup fasilitas publik, dan membuat fasilitas medis darurat. Status darurat ini berlaku hingga dua tahun dengan perpanjangan selama satu tahun.
Gubernur Hokkaido telah menyatakan keadaan darurat pada akhr bulan lalu. Dia mengakui tidak ada dasar hukum untuk menyatakan status darurat tersebut.
Hingga saat ini, Abe belum memberikan keterangan terkait hal-hal yang akan memicu kedaan darurat. Dia mengatakan, revisi undang-undang sama saja dengan menyiapakan skenario terburuk. Profesor ilmu politik di Sophia University, Koichi Nakano mengatakan, Abe enggan menyatakan status darurat karena tidak ingin mengagalkan perhelatan Olimpiade.
"Saya menduga, Abe tidak ingin menyatakan keadaan darurat karena itu akan menggagalkan Olimpiade," ujar Nakano.
Sementara itu, Kepala Institut Penelitian Tata Kelola Medis, Masahiro Kami mengatakan, Abeb belum menyatakan status darurat karena dia ingin semua kegiatan di publik berjalan dengan baik. Menurut Kami, persoalan yang mendesak bukan memberikan batasan pada ativitas publik, tetapi meningkatkan pengujian virus dan perawatan kepada para manula dan warga yang berisiko terinfeksi virus corona.