Legislator: Tak Ada Masalah...
Calon kepala Badan Otorita IKN juga dituntut memiliki gagasan dan visi yang besar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan empat nama calon ketua Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN), padahal rancangan undang-undang (RUU) IKN belum diterima DPR. Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia tak persoalkan langkah Jokowi tersebut.
"Tidak ada masalah, sebetulnya apa yang disampaikan Presiden itu kan baru calon. Kedua, kami juga belum menerima sebetulnya draft Undang-Undangnya, itu yang kami sedang tunggu," kata Doli, Senin (9/3).
Dia menilai, Presiden Jokowi hanya ingin proses pemindahan ibu kota berjalan cepat. Sehingga, sembari menunggu RUU IKN diserahkan ke DPR, pemerintah telah mengumumkan calon kepala Badan Otorita IKN.
"Saya kira simultan saja sambil draft diusulkan, ada beberapa nama yang sudah menjadi nominee dan mungkin nama-nama itu sudah mulai dilibatkan paling tidak dalam pemikiran konsep dan bagaimana nanti supaya ibu kota itu betul-betul menjadi ibu kota yang baik lah," jelasnya.
Menurutnya, tujuan presiden mengumumkan nama calon kepala Badan Otorita IKN tersebut agar para kandidat mempersiapkan diri sebelum nantinya benar ditunjuk presiden. Sebab, tugas badan otorita baru nanti bukanlah pekerjaannya mudah.
"Pertama pekerjaan memindahkan ibu kota itu kan pekerjaan besar. Oleh karena itu, dibutuhkan orang-orang yang terlibat di situ tentu punya visi dan konsep yang sama dengan Presiden atau Pemerintah," tuturnya.
Selain itu calon kepala Badan Otorita IKN juga harus memiliki pengalaman di birokrasi. Kemudian calon kepala Badan Otorita IKN juga dituntut memiliki gagasan dan visi yang besar juga. Terakhir yaitu memiliki jaringan.
"Oleh karena itu, kalau di awal seperti ini disampaikan ada empat nama, empat itu harus sudah mempersiapkan diri terhadap pekerjaan besar itu," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan empat kandidat yang akan menjabat sebagai Kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru. Keempat nama tersebut di antaranya yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Bambang Brodjonegoro, Tumiyono, dan Azwar Anas.