Insentif Pajak Bagi Karyawan Berpenghasilan Tetap tak Tepat

Masyarakat yang rentan terdampak Covid-19 di antaranya para pedagang kecil.

Antara/Septianda Perdana
Petugas Pajak melayani wajib pajak untuk mengisi form pelaporan SPT Pajak Tahunan melalui daring di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut I di Medan, Sumatera Utara (ilustrasi). Pemerintah akan menanggung pajak penghasilan para pekerja di industri manufaktur. (Antara/Septianda Perdana)
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menilai bahwa insentif berupa penanggungan pajak penghasilan untuk pekerja berpenghasilan tetap tidak tepat. Menurutnya, para pekerja berpenghasilan tetap ini tidak terkena dampak langsung oleh wabah virus corona baru atau Covid-19.

"Fix income earner (karyawan berpenghasilan tetap) tidak terdampak secara langsung, PNS misalnya. Apa mereka terdampak corona, kan tidak," katanya dalam diskusi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta Selatan, Kamis (12/3).

Ketika ditanya insentif itu untuk meningkatkan daya beli, menurut dia, secara moral tidak layak diterapkan karena golongan berpenghasilan tetap tidak terdampak. "Tapi secara moral, yang kita bantu kan yang terdampak. Kalau untuk menaikkan daya beli, beri saja semua warga negara Indonesia misalnya sejuta untuk belanja," ucapnya.

Menurut dia, masyarakat yang terdampak Covid-19 di antaranya para pedagang kecil yang kondisi keuangannya rentan. Ia mengusulkan jika negara memiliki anggaran salah satunya digunakan untuk membeli alat tes Covid-19 karena potensi penyebaran masih besar di tengah mobilitas warga yang tinggi.

"Jika negara masih ada uang, gunakan untuk sebar kit untuk tes, berapa persen yang sudah tes," katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan stimulus jilid kedua yang akan diumumkan dalam waktu dekat untuk memperkuat daya beli masyarakat. Stimulus itu di antaranya penanggungan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 serta penangguhan PPh Pasal 22 dan Pasal 25 selama enam bulan.

PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain terkait dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan Orang Pribadi dalam negeri.

PPh Pasal 22 adalah Pajak Penghasilan Badan atas kegiatan impor barang konsumsi yang dipungut dari Wajib Pajak yang melakukan impor atau dari pembeli atas penjualan barang mewah.

PPh Pasal 25 merupakan pungutan pajak kepada Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan yang memiliki kegiatan usaha dan diwajibkan membayar angsuran PPh setiap bulan. "Dalam enam bulan, kita review lagi, efeknya seperti apa," kata Airlangga.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler