Karantina Perparah Krisis Kemanusiaan di Venezuela
Presiden Venezuela Nicolas Maduro meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF).
REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Pemberlakuan karantina di Venezuela diyakini memperparah krisis kemanusiaan di negara pimpinan Presiden Nicolas Maduro. Pemerintah kota Karakas melaporkan kiriman stok pangan gagal tiba sesuai waktu yang dijadwalkan.
Pasalnya sejak karantina diberlakukan di Venezuela, distribusi barang dan kebutuhan pokok ikut terhambat oleh barikade-barikade yang dipasang di sebagian besar jalan.
Presiden Nicolas Maduro, Senin (16/3), memperluas pemberlakuan karantina ke seluruh wilayah Venezuela yang telah terpuruk oleh sanksi ekonomi Amerika Serikat. Wakil Presiden Delcy Rodriguez, Selasa, mengatakan, otoritas setempat mencatat tiga kasus baru COVID-19 sehingga total pasien menjadi 36 jiwa.
Sejumlah ahli mengingatkan buruknya sistem kesehatan di Venezuela selama enam tahun resesi ekonomi akan menghambat upaya Presiden Maduro mengendalikan penyebaran jenis baru virus corona (Covid-19). Pandemi Covid-19 telah menewaskan kurang lebih 7.400 jiwa di seluruh dunia.
Demi mengatasi krisis itu, sebagaimana tertera dalam surat yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri, Selasa, Presiden Maduro meminta bantuan pinjaman lima miliar dolar AS ke Dana Moneter Internasional (IMF). Pinjaman itu digunakan sebagai dana darurat untuk "memperkuat" sistem kesehatan di Venezuela di tengah penyebaran virus.
Untuk pertama kalinya sejak ia menjabat selama tujuh tahun, Presiden Maduro meminta pinjaman ke IMF.
Dalam pernyataan tertulisnya, IMF mengatakan "tidak punya kewenangan untuk mempertimbangkan permintaan tersebut," karena tidak ada "pengakuan jelas" terhadap pemerintahan Maduro dari negara-negara anggota IMF. Perlu diketahui, sebagian besar negara-negara barat yang demokratis menyebut Maduro sebagai diktator yang berkuasa karena terlibat pemilihan umum curang saat ia terpilih kembali pada 2018.
Otoritas di Venezuela mengatakan pemberlakuan karantina akan membatasi pergerakan dan perjalanan lintas negara bagian, tetapi aturan itu tidak berlaku untuk transportasi, kesehatan dan pengiriman makanan.
Namun, menurut beberapa saksi mata di tujuh negara bagian, tentara di sejumlah titik menahan sebuah truk yang mengangkut makanan, gas, dan kebutuhan pokok lainnya.
Sementara itu di perbatasan antara negara bagian Karakas dan Miranda, belasan tentara bersenjata menggunakan masker menutup jalan dan meminta sebagian besar kendaraan memutar arah. Sejumlah kendaraan berukuran besar sempat mengantre untuk masuk Karakas dan tentara sempat memeriksa kendaraan. Namun, pandangan di lapangan melihat tidak ada kendaraan yang dapat masuk ke ibu kota.
"Kami terjebak dengan persediaan makanan dan bahan bakar terbatas," kata Carlos Albornoz, kepala asosiasi produsen daging dan susu di Venezuela.
Albornoz mengatakan otoritas setempat memberhentikan distribusi makanan dari produsen ke konsumen di seluruh wilayah Venezuela. Sejauh ini, pemerintah belum mengeluarkan izin yang dapat membuat perjalanan/pengiriman barang bebas hambatan.
Pusat distribusi pangan utama di Kakaras, Pasar Coche, pada Selasa, buka empat jam lebih telat daripada waktu biasa sehingga pengiriman kebutuhan pokok ke seluruh wilayah ibu kota pun terhambat. Menurut sejumlah pedagang, pasar di wilayah lain juga menghadapi kendala yang sama.
Di Karakas, pasukan militer dan kepolisian juga menutup akses ke jalan-jalan utama, membatasi kegiatan warga, yang diminta untuk tetap berada di rumah, sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Maduro.
Walaupun demikian, banyak warga Venezuela mengatakan mereka tidak dapat diam dalam rumah karena harus bekerja demi membeli makanan dan mencukupi kebutuhan keluarga.
Pelaku bisnis di Karakas, pada Selasa, melaporkan kiriman pangan gagal tiba tepat waktu. Pemilik restoran di distrik kelas atas, Chacao, mengatakan truk miliknya yang berisi keju dan susu dari Zulia, terjebak di titik masuk ibu kota.
Sementara itu, di Pasar Bicentenary, Karakas, ratusan orang mengantre untuk membeli kebutuhan. Sebagian besar dari mereka menggunakan masker.
"Saya tidak tahu apa yang akan menimpa kami," kata Jose Herrera, pekerja berusia 33 tahun.
"Bukan rahasia lagi, negara kami tidak punya cukup kemampuan untuk mengatasi pandemi," tambah dia. Herrera mencontohkan Italia, negara dengan sistem kesehatan yang cukup mapan, melaporkan ada 2.000 korban jiwa akibat COVID-19.
Dampak karantina juga terasa di sektor kesehatan Venezuela. Sejumlah petugas medis mengatakan mereka tidak dapat pergi ke tempat kerja karena akses jalanan ditutup.
Ana Rosario Contreras, kepala sekolah keperawatan di Karakas, mengatakan ia menerima lima laporan perawat tidak dapat bekerja pagi ini, meskipun mereka telah menunjukkan kartu identitas.
Di negara bagian Zulia dan Tachira, yang berbatasan dengan Kolombia, adanya penutupan perbatasan juga memperparah kelangkaan bahan bakar, mengingat otoritas setempat menutup sebagian besar pom bensin untuk warga. Akan tetapi, kebijakan itu tidak berlaku untuk kendaraan yang mengangkut pejabat pemerintah, dokter, dan kendaraan pengangkut makanan.
"Semuanya ditutup, tidak ada pergerakan lintas wilayah, apalagi dekat perbatasan," kata Juan Restrepo, kepala grup koordinasi transportasi antara Venezuela dan Kolombia. "Kami frustasi karena kami harus bekerja," ujar dia.