Angka Kematian Kasus Covid-19 di Italia Lampaui Cina

Dalam 24 jam terakhir, kematian akibat Covid-19 di Italia tercatat sebanyak 427 orang

AP Photo/Andrew Medichini
Salah satu sudut Kota Roma, Piazza Navona, tampak sepi, Rabu (18/3) akibat kebijakan lockdown. Italia mengalami krisis kesehatan akibat corona dan kekurangan tenaga medis.(AP Photo/Andrew Medichini)
Rep: Fergi Nadira Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Korban meninggal dunia akibat wabah virus corona baru atau Covid-19 di Italia memasuki angka yang sudah melampaui China sebagai pusat pandemi. Dalam 24 jam terakhir, kematian akibat Covid-19 di Italia tercatat sebanyak 427 sehingga menjadikan total kematian sebesar 3.405 per Kamis (19/3).

Baca Juga


Angka harian itu menurun dari hari sebelumnya yang tercatat 475 kematian. Hingga Kamis, China mencatat kematian akibat pandemi ini sebanyak 3.245 selama virus muncul dari Desember tahun lalu. Sementara itu, wabah di Italia baru terungkap pada 21 Februari di utara negaranya.

Jumlah total kasus di Italia pun naik menjadi 41.035 dari sebelumnya sebanyak 35.713. Angka ini naik 14,9 persen. "Ini adalah tingkat pertumbuhan yang lebih cepat daripada yang terlihat selama tiga hari terakhir," kata Badan Perlindungan Sipil.

Pemerintah Italia akan memperpanjang masa karantina menyusul korban yang makin meningkat. Perdana Menteri Giuseppe Conte pada Kamis memastikan bahwa lockdown di Italia akan terus diberlakukan setelah tenggat berakhir. Semula penguncian skala nasional dijadwalkan berujung pada akhir Maret atau awal April.

Perpanjangan masa karantina wilayah Italia merupakan upaya pemerintah untuk memerangi Covid-19 di negara Eropa yang paling parah dilanda wabah tersebut. Dalam pernyataannya kepada surat kabar Corriere della Sera, Conte mengatakan, penutupan sekolah-sekolah dan universitas serta pembatasan keras pergerakan masyarakat akan perlu diteruskan.

Di seluruh dunia terdapat hampir 228 ribu infeksi dan lebih dari 9.200 kematian terjadi akibat pandemi yang mengejutkan dunia. Angka mengejutkan ini pun membuat perbandingan dengan periode-periode menyakitkan seperti Perang Dunia Kedua, krisis keuangan 2008, dan flu Spanyol 1918.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa resesi global dari dimensi rekor hampir pasti terjadi. "Ini adalah momen yang menuntut tindakan kebijakan yang terkoordinasi, tegas, dan inovatif dari ekonomi terkemuka dunia," kata Guterres kepada wartawan melalui konferensi video. "Kami berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan aturan normal tidak lagi berlaku," ujarnya menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler