IDI Minta Pemerintah Transparan Jumlah Medis Terpapar Corona
Salah satu alasan medis terpapar Corona adalah karena keterbatasan alat medis.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta transparansi pemerintah terkait jumlah tenaga medis yang meninggal akibat terpapar virus Covid-19 alias Corona. IDI menduga masih ada beberapa tenaga medis lagi yang berstatus terpapar Corona namun belum terverifikasi.
"Saya dapat informasi cuma masalahnya nggak ada konfirmasi, jadi harusnya ada keterbukaan data ini dan data orangnya itu menjadi penting," kata Ketua Satgas Covid-19 IDI Profesor Zubairi Djoerban kepada Republika.co.id, di Jakarta, Ahad (22/3).
Hal tersebut disampaikan Zubairi berkenaan dengan meninggalnya tiga dokter akibat terpapar Covid-19 dari pasien. Dia mengungkapkan bahwa tidak terbukanya data tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan tenaga medis.
Dia mengaku mendapatkan laporan dari sejumlah daerah terkait terpaparnya tenaga medis. Seperti, dokter paru di Medan yang terkonfirmasi covid-19 dan meninggal, ada dokter paru, bedah, THT, spesialis syaraf dan dokter gigi di Jakarta PDP.
"Itu sudah beberapa hari lalu dan harusnya kalau yang PDP itu sudah ada kepastian hasil," katanya.
Ketua Dewan Pertimbangan IDI itu melanjutkan, ada juga laporan seorang perawat di Jakarta meninggal. Sambung dia, ada laporan bahwa di Bogor sekitar lima dokter sedang diisolasi. "Ini data internal kami tapi ini memang bukan data yang solid karena itu berdasarkan laporan yang masuk ke IDI," katanya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, ada beragam alasan mereka terpapar Covid-19. Di antaranya adalah minimnya pasokan alat pelindung diri (APD). IDI, kata dia, menyayangkan bahwa kinerja tenaga medis saat ini tidak didukung sistem yang memadai.
"Jadi kami minta tolong bahwa terus terang kami ini crying for help, kami ini meminta pertolongan," katanya.
Zubairi mengungkapkan, kendala penanganan Corona juga tidak berhenti sebatas APD. Dia mengatakan, negara saat ini juga kekurangan Reverse Rranscription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang berfungsi membawa virus dalam keadaan hidup untuk diteliti di labolatorium baletbangkes.
"Jadi APD, VCR itu minim, dan rapid test itu juga masih belum diketahui lokasinya dimana karena rumah sakit kalau diminta rapid test nggak ada yang bisa nunjukan dimana, jadi minta tolong rapid segera dibagikan ke rumah sakit," katanya.
Dia menegaskan, pandemik Corona di Indonesia bisa jadi akan seperti fenomena gunung es. Sebabnya, dia meminta keseriusan pemerintah untuk membenahi masalah yang terjadi.