Prediksi Ledakan Kasus Corona dan Antisipasi Pemerintah

Sebuah studi menyebutkan banyak kasus positif corona yang saat ini belum terdeteksi.

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Petugas dengan alat pelindung diri berdiri di salah satu beranda di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, hingga Selasa (24/3) pagi sebanyak 102 pasien ditangani di rumah sakit darurat itu, 71 orang diantaranya langsung dirawat
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Baru sebulan sejak pemerintah membantah informasi penelitian Universitas Harvard yang meyakini virus corona telah menyebar di Indonesia, kini beberapa pekan kemudian, setidaknya hingga kemarin, 58 kematian tercatat sebagai angka kematian tertinggi akibat Covid-19 di Asia Tenggara. Terdapat tujuh tenaga medis di antara korban meninggal.

Saat kasus positif corona di Indonesia diumumkan hampir menyentuh angka 800, sebagian peneliti seperti yang dilaporkan Guardian, Kamis (26/3), memperkirakan bisa ada sekitar puluhan ribu kasus positif di Tanah Air yang belum terlacak oleh pemerintah. Estimasi ini terbilang mengkhawatirkan jika dibandingkan dengan kemampuan fasilitas layanan kesehatan yang juga diperkirakan tidak akan mampu menampung ledakan kasus.

Baca Juga


Pada Senin (23/3), para akademisi di the London School of Hygiene & Tropical Medicine memperkirakan baru 2 persen kasus positif corona di Indonesia yang sudah terlaporkan. Itu artinya, masih ada 34 ribu kasus yang belum terdeteksi.

Estimasi itu lebih tinggi dari angka 27 ribuan kasus yang kini tercatat di Iran. Para peneliti menekanan bahwa itu adalah perkiraan kasar berdasarkan analisis awal.

Ada batasan-batasan dari angka estimasi itu. Misalnya, bagaimana demografi sebuah negara bisa memengaruhi laju kematian akibat corona belum menjadi faktor dalam studi yang dilakukan.

“Keganasan (Covid-19) sangat berkorelasi terhadap usia, yang artinya kami harus menghitung itu agar lebih akurat," ujar Timothy Russell, penulis utama kajian dari the London School of Hygiene & Tropical Medicine.

Analisis oleh Reuters menyatakan bahwa infrastruktur layanan kesehatan di Indonesia lebih minim dibandingkan dua negara yang kini menjadi episenter corona, Italia dan Korea Selatan (Korsel).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Indonesia saat ini memiliki 321.544 tempat tidur rumah sakit sehingga rasionya adalah 12 tempat tidur per 10 ribu orang. Sebagai perbandingan, Korsel memiliki rasio 115 termpat tidur untuk 10 ribu orang, berdasarkan data WHO.

Pada 2017, WHO memiliki data yang menggambarkan rasio dokter berbanding pasien di Indonesia adalah empat dokter per 10 ribu orang. Italia memiliki jumlah dokter 10 kali lebih banyak per kapita, sementara Korsel enam kali lebih banyak.

Berdasarkan modeling dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), yang dilaporkan the Jakarta Post, tanpa langkah pencegahan penyebaran virus yang signifikan, jumlah kasus positif corona bisa mencapai 71 ribu pada akhir April.

Sebagai negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia, Indonesia bisa dibilang lambat dalam menggelar tes corona, dilaporkan baru melaksanakan ratusan tes pada awal bulan ini. Penyebabnya adalah saat beberapa negara telah mengumumkan kasus positif mereka sejak Februari, Indonesia baru mengonfirmasi dua kasus positif pertama corona pada 2 Maret. Meski, sebuah studi Universitas Harvard yang menganalisis lalu lintas udara dari Wuhan ke Indonesia meyakini Indonesia sudah memiliki kasus positif corona sebelum 2 Maret.


Merespons akselerasi jumlah kasus positif corona, pemerintah sejak akhir pekan lalu berjanji memperluas rapid test. Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, populasi berisiko terpapar Covid-19 di Indonesia menyentuh angka 700 ribu jiwa.

"Jumlah orang yang berisiko. Karena itu, pemerintah akan menyiapkan sekitar 1 juta kit untuk pemeriksaan secara massal di dalam kaitan dengan mengidentifikasi kasus positif yang ada di masyarakat," kata Yurianto, Jumat (20/3).

Pemeriksaan massal tersebut dilakukan melalui analisis risiko, yaitu hanya orang-orang yang memiliki risiko tinggi tertular virus bernama resmi SARS-CoV 2 tersebut. Orang-orang dengan risiko rendah tidak akan diperiksa dalam pemeriksaan massal tersebut.

Rapid test corona secara masif sepertinya menjadi langkah alternatif pemerintah setelah Presiden RI Joko Widodo telah menegaskan tak akan menjadikan lockdown sebagai jalan keluar untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di Indonesia. Jokowi lebih menekankan pendekatan seruan social distancing kepada masyarakat dan menjalankan rapid test secara massal sambil juga menjamin ketersediaan fasilitas maupun anggaran insentif untuk tenaga medis.

Seperti diketahui, sepekan terakhir memang muncul keluhan minimnya alat pelindung diri (APD) dan fasilitas lain untuk tenaga medis. Dalam kondisi seperti sekarang, memang tenaga medis layak protes sebab mereka berada di garis terdepan melawan corona dan paling rentan terinfeksi dari pasien.

“Saya hanya berdoa dan yakin sehingga saya bisa berhenti khawatir meski kekhawatiran sesekali muncul," kata Agnes Tri Harjaningrum, dokter anak yang bekerja di salah satu RS swasta Jakarta, kepada Guardian. Dia mengaku takut Indonesia akan mengalami krisis yang sama seperti yang terjadi di Italia.

Menjaga jarak antarmanusia atau social distancing. - (Republika)

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler