Langgar Jaga Jarak, Kemenko Maritim Minta Maaf
Pelanggaran itu terjadi saat pelaksanaan konferensi pers di Gudang Angkasa Pura.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi meminta maaf atas pelaksanaan konferensi pers di Gudang Angkasa Pura Kargo 530, Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten, Jumat. Pelaksanaan konferensi pers itu dikritik sejumlah pihak karena tidak menghiraukan jarak fisik yang aman di tengah wabah Covid-19.
Staf Khusus Menko Maritim dan Investasi Bidang Kelembagaan dan Media Jodi Mahardi dalam pesan instan di Jakarta, Jumat, mengaku telah menginformasikan bahwa rilis dan foto kegiatan jumpa pers akan dibagikan sehingga wartawan tidak perlu hadir.
"Kami sudah menyatakan permintaan maaf atas tidak terlaksananya physical distancing tadi pagi. Kami sebetulnya sudah menginfokan juga ke grup wartawan Kemenkomarves bahwa rilis dan foto akan di-share online dan tidak perlu hadir. Memang wartawan yang hadir ternyata di luar perkiraan," kata Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan itu.
Menurut Jodi, kejadian tersebut akan menjadi evaluasi bagi Kemenko Marves dan ia menjanjikan hal tersebut tidak akan terulang.
Jodi menambahkan, pihaknya akan membantu melakukan pengetesan Covid-19 bagi para wartawan yang hadir dan kemudian memiliki gejala terinfeksi virus tersebut.
"Bagi wartawan yang hadir tadi dan mempunyai gejala Covid-19 dalam 5-7 hari kami akan bantu pengetesan. Kami akan melakukan reach out ke para wartawan yang mendaftar tadi," katanya.
Sebelumnya, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mengritik konferensi pers yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) di Gudang Angkasa Pura Kargo 530, Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Jumat (27/3).
Juru bicara KKJ, Sasmito Madrim dalam keterangan persnya di Jakarta, menyatakan jumpa pers tentang penyerahan bantuan dari China kepada pemerintah Indonesia itu tidak menghiraukan imbauan mengenai pentingnya menjaga jarak fisik yang aman.
Para narasumber masih saling berdekatan dan para jurnalis berkerumun meliput acara. Padahal menjaga jarak sangat penting untuk menekan penularan virus corona (COVID-19).
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam kegiatan konferensi pers yang digelar secara tatap muka itu. Pasalnya, kegiatan ini membahayakan jurnalis dan kontraproduktif dengan imbauan pemerintah agar melakukan physical distancing guna menekan penyebaran Covid-19.
"Berdasarkan pantauan AJI Jakarta, jurnalis yang hadir tidak dalam posisi menjaga jarak aman, pun demikian bagi narasumber yang hadir di acara tersebut," kata Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani dalam siaran persnya, Jumat.
Pengumpulan massa seperti ini, lanjut dia, kontraproduktif dengan Imbauan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Covid-19. Salah satunya meminta semua pihak untuk menjaga jarak fisik (physical distancing).
Oleh karena itu, kata Asnil, AJI Jakarta mengkritik keras Kemenkomarves yang mengadakan konferensi pers secara tatap muka. Bukannya menggunakan metode daring.
AJI Jakarta juga menyerukan kepada jurnalis yang ikut dalam konferensi pers tersebut agar menjalani pemeriksaan medis serta karantina diri selama 14 hari dan mengikuti tes kesehatan terkait Covid-19. Perusahaan media juga diminta untuk memantau jurnalisnya yang ikut konferensi pers tersebut.
Lebih lanjut, AJI mengimbau perusahaan media agar tidak mengirimkan jurnalis ke tempat yang berpotensi terjadi kerumunan orang. "Meminta perusahaan media untuk berpegang teguh pada prinsip tidak ada berita seharga nyawa. Redaksi harus sigap jika ada sesuatu hal yang membahayakan keselamatan jurnalisnya," kata Asnil.
Selain itu, AJI menyerukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Ombudsman RI untuk menganalisis potensi pelanggaran yang dilakukan oleh Kemenkomarves karena menggelar konferensi pers tersebut. Sebab, kegiatan semacam ini berpotensi dijatuhi hukuman satu tahun penjara
"karena dianggap menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, sesuai pasal 14 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984."