Belanda Tolak Alat Rapid Test dari China
Tak hanya Belanda, beberapa negara juga menolak alat rapid test asal China.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belanda memutuskan untuk menolak alat rapid test atau pengetesan cepat Covid-19 dan alat pelindung diri (APD) berupa masker yang dipasok dari Beijing, Cina. Belanda menyebut kit pengetesan cepat dan alat pelindung diri tersebut di bawah standar sehingga dipertanyakan kualitasnya.
Belanda bukan negara pertama yang menolak kit alat pengetesan Covid-19 dan APD dari Beijing. Sebelumnya, Spanyol, Turki, Georgia dan Republik Ceko juga melakukan hal yang sama karena mempertanyakan kualitas masker dan kit pengetesan cepat yang dipasok dari Beijing tersebut.
Kementerian Kesehatan Belanda menyatakan bahwa mereka terpaksa harus mengembalikan sebanyak 600.000 masker dari Cina karena menemukan kecacatan. Sebagian masker tak bisa menutupi area mulut dengan sempurna dan sebagian lain dari masker tersebut tidak memiliki lapisan penyaring yang cukup.
"Petugas kesehatan telah diinformasikan dan diberitahu untuk tidak menggunakan masker tersebut," jelas Kementerian Kesehatan Belanda dalam pernyataan resmi, seperti dilansir FOX News, Rabu (1/4).
Kementerian Kesehatan Belanda menyatakan saat dunia sedang mengalami keterbatasan APD. Di sisi lain, APD yang tersedia tidak memenuhi standar yang baik.
"Ini merupakan masalah di semua negara," ungkap Kementerian Kesehatan Belanda.
Ahad lalu, Menteri Kesehatan Spanyol Salvador Illa mengatakan pemerintah Spanyol telah membeli peralatan medis dari Cina seharga 467 juta dolar Amerika atau sekitar Rp 7,6 triliun. Peralatan medis ini mencakup 950 ventilator, 5,5 juta alat pengujian cepat, 11 juta sarung tangan dan lebih dari setengah miliar masker pelindung wajah.
Sesaat setelah menerima pasokan tersebut, pemerintah Spanyol langsung mengumumkan rencana untuk mengembalikan 9.000 kit rapid test ke Cina karena kit-kit tersebut dinilai di bawah standar. Berdasarkan studi, alat pengetesan cepat dari Cina tersebut memiliki sensitivitas sekitar 30 persen, padahal seharusnya lebih tinggi dari 80 persen.
Terkait kualitas alat pengujian cepat ini, Beijing mengungkapkan bahwa alat yang mereka jual kepada Spanyol dibeli dari perusahaan bernama Bioeasy. Bioeasy merupakan perusahaan Cina yang tidak memiliki lisensi untuk membuat alat pengujian cepat Covid-19. Terkait insiden ini, pemerintah Cina menyatakan akan melakukan investigasi terhadap Bioeasy.