Pasien Mengajukan Diri untuk Uji Obat Covid-19

Perusahaan AS menguji remdesivir, alternatif obat untuk pasien virus corona Covid-19.

The Central Hospital of Wuhan via Weibo/Hando
(Ilustrasi) Petugas Kesehatan di Rumah Sakit merawat pasien yang diduga terpapar virus corona.
Rep: Dwina Agustin Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Obat untuk menyembuhkan pasien virus corona jenis baru, Covid-19, belum juga ditemukan. Banyak obat yang telah ada diuji coba kepada pasien untuk melihat efek yang diberikan. Kini, banyak pasien virus corona yang mengajukan diri untuk mencoba obat-obatan tersebut.

Baca Juga


Salah satunya Dr Jag Singh yang menjadi pasien di tempat kerjanya sendiri di Massachusetts General. Ketika dia melihat hasil rontgen paru-paru yang menunjukkan radang, segala pekerjaan pun harus dihentikan dan dia mendapatkan perawatan intensif.

Namun, sebagai tenaga medis, Singh tidak mau tinggal diam ketika rekan-rekannya berjuang menangani pasien virus corona. Dia memutuskan menerima tawaran rekan tenaga medisnya untuk menguji remdesivir, obat percobaan yang menjadi alternatif pengobatan penyakit akibat virus corona.

"Bahkan, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk mengatakan 'tidak',” kata Singh, seorang dokter spesialis jantung.

Selain Sighn, pasien-pasien virus corona di seluruh dunia bergegas untuk bergabung dengan penelitian remdesivir yang dibuka di rumah sakit dalam beberapa pekan terakhir. Minat mereka begitu besar hingga Institut Kesehatan Nasional AS (NIH) memperluas penelitian, yang hampir mencapai target 440 pasien.

Studi NIH adalah tes yang paling ketat. Tes itus akan membandingkan remdesivir dengan infus plasebo. Baik pasien maupun dokter tidak tahu siapa yang mendapatkan apa sampai akhir penelitian. Selain AS, penelitian terbuka di Jepang, Korea, dan Singapura.

Hingga saat ini belum ada obat yang disetujui untuk memerangi penyakit akibat virus yang telah membunuh 74 ribu orang di seluruh dunia ini. Krisis telah memicu perlombaan menemukan vaksin untuk mencegah penyakit Covid-19, bersama dengan obat-obatan dan terapi agar penyakit ini tidak terlalu mematikan.

Remdesivir menjadi salah satu obat yang cara pemberiannya melalui infus. Hal itu dirancang untuk mengganggu enzim yang mereproduksi materi genetik virus. Dalam tes hewan terhadap SARS dan MERS yang juga akibat virus corona, obat ini membantu mencegah infeksi dan mengurangi keparahan gejala ketika diberikan cukup awal dalam perjalanan penyakit.

Pembuat obat, Gilead Sciences, yang berbasis di Kalifornia, dengan cepat meningkatkan studi sendiri. Perusahaan telah memberikan remdesivir kepada lebih dari 1.700 pasien berdasarkan kasus per kasus. Lebih banyak orang pada akhirnya akan terbantu jika perusahaan melakukan penelitian yang diperlukan untuk membuktikan keamanan dan efektivitas obat tersebut.

"Banyak orang telah menjangkau Gilead untuk mengadvokasi akses ke remdesivir atas nama teman dan orang yang dicintai. Saya hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya berada dalam situasi itu. Kami mengambil pendekatan etis dan bertanggung jawab," kata kepala eksekutif Gilead, Dan O'Day.

O'Day mengatakan, perusahaan memiliki 1,5 juta dosis yang bisa berarti lebih dari 140 ribu program perawatan, bergantung pada berapa lama perawatan perlu berlangsung. Perusahaan itu menyediakan obat secara gratis untuk saat ini. Mereka telah menetapkan tujuan membuat 500 ribu kursus pengobatan pada Oktober dan lebih dari 1 juta pada akhir tahun.

Gilead juga memasok remdesivir untuk dua penelitian di China yang diharapkan memberi hasil pada akhir bulan. Langkah itu meluncurkan dua studi untuk pasien rawat inap di AS, Asia, Eropa, dan di tempat lain.

"Ada begitu banyak kecemasan tentang penyakit itu sehingga pasien cukup tertarik" kata pemimpin studi di Virginia Commonwealth University di Richmond, Dr Arun Sanyal. Dia juga menyatakan tidak ada pasien yang menolak.

Sementara itu, Pusat Rumah Sakit Universitas Cleveland telah mendaftarkan sekitar setengah lusin pasien. "Kami melihat makin banyak orang yang lebih muda, seperti 30, benar-benar sakit," kata Dr Grace McComsey.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler