Jepang Resmi Umumkan Keadaan Darurat Corona
PM Jepang Shinzo Abe resmi mengumumkan keadaan darurat corona, Selasa (7/4)
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe resmi mengumumkan keadaan darurat terkait pandemi corona (Covid-19), Selasa (7/4). Status itu akan memberi otoritas lebih besar kepada pemerintah dan pihak berwenang untuk menekan warga tetap tinggal di rumah.
Keadaan darurat akan diterapkan selama sebulan di Tokyo dan enam prefektur lainnya. Seluruh wilayah itu menyumbang 44 persen dari populasi Jepang.
Di bawah keadaan darurat, sentra bisnis dan pertokoan harus menghentikan sementara kegiatannya. Abe berharap dengan mengurangi kontak antar-warga hingga 70-80 persen, Jepang akan melihat puncak infeksi Covid-19 dalam dua pekan mendatang.
Selama lima hari terakhir, jumlah penularan virus di Tokyo meningkat dua kali lipat menjadi 1.200. Lebih dari 80 kasus baru dilaporkan pada Selasa.
Mengutip pandangan para ahli, Abe mengatakan pada kecepatan ini, perhitungan infeksi dapat melonjak menjadi 10 ribu dalam dua pekan dan meningkat ke angka 80 ribu dalam sebulan.
Jika perhitungan atau prediksi itu tepat, kapasitas perawatan akan menjadi permasalahan yang harus diantisipasi dan ditangani Pemerintah Jepang. "Jelas kami mendekati batas dalam hal tempat tidur rumah sakit," kata Abe dalam sebuah konferensi pers.
Pada kesempatan itu, Abe turut mengungkap alasan mengapa dia baru memberlakukan keadaan darurat. Abe mengakui bahwa tak banyak waktu tersisa. Tekanan fisik dan emosional pada pekerja medis terus meningkat. Kapasitas tempat tidur di rumah sakit telah mencapai batas, meskipun ada upaya menampung dan merawat beberapa pasien di hotel dan tempat lainnya.
Sebelumnya pemerintahan Abe memang telah menuai banyak kritik karena dianggap terlambat mengambil langkah tegas dalam menangani wabah Covid-19. Abe mengungkapkan penerapan keadaan darurat tidak sama dengan karantina wilayah atau lockdown yang bersifat ketat. Dengan demikian sebagian besar bank, supermarket, termasuk transportasi umum akan tetap beroperasi.
"Transportasi umum seperti kereta api dan bus akan berjalan seperti biasa dan kami tidak akan memblokir jalan. Para ahli sepakat bahwa tidak perlu melakukannya," katanya.
Kendati demikian, pemerintahan Abe tetap menyetujui paket stimulus sebesar 108 triliun yen atau setara 990 miliar dolar AS. Angka itu setara dengan 20 persen dari hasil ekonomi Jepang.
"Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ekonomi Jepang dan ekonomi dunia sedang menghadapi krisis terbesar sejak pasca-perang. Kami akan melindungi pekerjaan dan kehidupan dengan cara apa pun," ujar Abe. Hingga berita ini ditulis, Jepang memiliki 3.906 kasus Covid-19 dengan korban meninggal akibat virus mencapai 92 jiwa.