Soal Pembatasan Transportasi Saat PSBB, Polda: Tunggu Pergub
Polda Metro Jaya tunggu Pergub terkait pembatasan moda transportasi saat PSBB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan hingga saat ini pihaknya masih menunggu Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta mengenai peraturan pembatasan moda transportasi umum dan pribadi selama pelaksnaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada Jumat (10/4) besok. Yusri menyebut, Pergub tersebut nantinya akan mengatur petunjuk teknis pelaksanaan di lapangan.
"Belum ada aturan gubernur, kan SOP sama peraturannya lagi disusun, menunggu. Teknisnya sedang diatur," kata Yusri saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/4).
Yusri menjelaskan, dalam pembatasan moda transportasi itu, nantinya akan diawasi oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan berkoordinasi dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Namun, terkait petunjuk teknis pelaksanaan aturan tersebut masih sedang dalam pembahasan.
"Pembatasan moda transportasi misalnya, domainnya adalah teman-teman dari Dishub, tapi bersinergi dengan Lalu Lintas Polda Metro Jaya. Peraturannya lagi dibuat," jelas Yusri.
Adapun dalam pembatasan moda transportasi itu salah satunya adalah mengenai aturan sepeda motor pribadi maupun ojek daring untuk tidak mengangkut penumpang atau dilarang berboncengan. Yusri menyebut, keputusan itu masih sedang dalam pembahasan.
"Itu kan lagi dibahas, konsep seperti itu belum final, ini kan lagi dibahas aturan-aturannya seperti apa," jelasnya.
Meski demikian, Yusri menuturkan, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait pelaksanaan PSBB. Dia menyebut, ketika aturan PSBB telah resmi dilakukan, kepolisian tetap akan mengedepankan upaya preemtif dan preventif, yakni memberikan imbauan secara humanis, persuasif, dan komunikatif. Terutama saat menemukan kerumunan warga saat pelaksanaan PSBB.
"Nanti misalnya aparat menyampaikan itu physical distancing, sebaiknya di rumah saja, tapi itu tetap tidak diindahkan atau melawan petugas, baru opsi terakhir kita gunakan, penegakan hukum," ucapnya.
Yusri menjelaskan, dasar hukum kepolisian menindak kerumunan warga yang menolak membubarkan diri adalah UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit, UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, Pasal 212 KUHP, Pasal 216 KUHP, dan Pasal 218 KUHP. Bagi warga yang menolak membubarkan diri, dapat dikenakan sanksi berupa kurungan penjara selama satu tahun dan dendan maksimal Rp 100 juta. Hal ini tercantum dalam Pasal 93 UU Nomor 6 tahun 2018.
Flori Sidebang