Yahudi dan Kristen Duduki Posisi Penting di Dinasti Islam

Dinasti Islam memberikan peluang Yahudi dan Kristen jabat posisi pemerintahan.

ucalgary.ca
Dinasti Islam memberikan peluang Yahudi dan Kristen jabat posisi pemerintahan. Damaskus, Suriah, pusat Daulah Umayyah (ilustrasi).
Rep: Hasanul Rizqa Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Ekspansi Islam senantiasa tidak berupa invasi apalagi penjajahan. Sebab, Islam memiliki dua watak dasar, yakni keterbukaan dan toleransi. Alquran menegaskan, tidak ada paksaan dalam Islam. 

Baca Juga


Dalam banyak rezim kesultanan, tidak jarang dijumpai orang-orang Yahudi atau Kristen menduduki jabatan penting di birokrasi. Sebab, acuannya bukan apa agama mereka, melainkan kecakapan intelektual atau politik.

Dalam Promesses de l'Islam, Roger Garaudy, mencontohkan seorang santo bernama Jean Damascene menjabat sebagai kepala keuangan di zaman Kekhilafahan Bani Umayyah di Damaskus. Baitul Hikmah yang didirikan Khalifah al-Makmun dari Bani Abbasiyah dipimpin seorang rahib Kristen Nestorian, Hunain bin Ishak. Lembaga pendidikan yang berlokasi di Baghdad itu lantas menjadi pusat keunggulan sains dan filsafat yang terbuka bagi segenap ilmuwan dari pelbagai penjuru, apa pun kebangsaan atau agama mereka.  

Kekerasan fisik bukanlah senjata utama ekspansi Islam. Garaudy menulis, Islam menyasar aspek ekonomi, sosial, dan politik untuk memantapkan pengaruh di daerah-daerah luar Arab. Ekspansi pun terjadi ketika kebudayaan-kebudayaan lama sedang mengalami degradasi akibat krisis internalnya.  

Hal ini tampak antara lain ketika Islam berhasil menaklukkan Spanyol pada awal abad kedelapan. Islam membawa perubahan sosial yang masif karena kebobrokan sistem sosial yang lebih dahulu ada di sana. Singkatnya, ada perbedaan yang tegas antara iman baru dan mewujudkan masyarakat baru.  

Untuk masyarakat baru yang sangat luas ini, kata Garaudy, Islam telah membawakan bahasa umum, yaitu bahasa Arab. Tentu saja, pengutamaan bahasa Arab karena itulah bahasa kitab suci Alquran. 

Namun, pemakaian luas bahasa tersebut tidak berarti homogenisasi. Sebab, bahasa-bahasa serta kebudayaan-kebudayaan lokal tetap terpelihara. Lebih lanjut, kebudayaan Islam menyerap dan mengembangkan segenap kebudayaan itu tanpa kehilangan identitas tauhid.

Hasilnya terutama adalah perkembangan teknologi yang signifikan. Dahulu, dalam awal abad pertama Masehi orang-orang Romawi menyebut Laut Mediterania sebagai laut kita. Kini di ma sa keemasan Islam, kapal-kapal dagang milik kaum Muslim berlayar melintasi pelabuhan-pelabuhan penting di pesisir Laut Mediterania.  

Penemuan kompas dan kemudi kapal telah memberikan supremasi maritim yang mutlak bagi umat Islam selama berabad- abad. Ibnu Khaldun berkata, 'Selama periode tersebut orang-orang Islam menguasai bagian yang sangat besar dari Laut Mediterania,' tulis Garaudy. 

Tidak dapat disangkal, Islam merupakan pemicu kebangkitan (Renaissance) Barat. Selain teknologi, Islam juga menyumbang kemajuan bagi Barat di bidang adab atau sastra. Garaudy menyebut, tasawuf Islam telah melahirkan sajak-sajak yang secara universal sangat tinggi mutunya. 

Di sini, Garaudy melihat adanya kesamaan afinitas antara mistik Islam dan Kristen. Misalnya, ada luapan dalam diri manusia yang hanya dapat diungkapkan melalui simbol-simbol atau ekspresi puitika, bukan sekadar bahasa sehari-hari. 

Iman bukan penghalang kemajuan. Justru, dengan iman manusia dapat bergerak secara bebas dalam mewujudkan daya kreatifnyayang tidak merusak alam dan memeras daya kreatif manusia bangsa-bangsa tertindas. Malahan, iman dapat menjadi jarum kompas ke tujuan tertinggi, yakni Tuhan.   

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler