Terus Diburu di Berbagai Negara, Dunia Semakin Sempit Bagi Tentara Israel
HRF telah mengumpulkan 8000 lembar dokumentasi tentang penghancuran di Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tentara Israel yang berada di berbagai belahan dunia tengah menjadi target akibat kejahatan perang yang mereka lakukan di jalur Gaza. Hind Rajab, organisasi internasional yang berpusat di Belgia, mengajukan beragam tuntutan hukum kepada para tentara Israel di luar negeri.
Pada Desember 2024, Yayasan Hind Rajab (HRF) menyerukan penangkapan tiga tentara Brigade Nahal atas tuduhan kejahatan perang setelah mereka memasuki Belanda. Cabang HRF, Gerakan 30 Maret, mengajukan pengaduan pada hari yang sama. Mereka menuduh bahwa prajurit batalion Granit telah terlibat dalam operasi di mana rumah-rumah warga Gaza dibakar dan penyeberangan Rafah dirusak tanpa adanya keperluan militer, dilaporkan Jerussalem Post.
Kelompok tersebut mengatakan bahwa gangguan di perlintasan Rafah membatasi aliran bantuan dalam sebuah tindakan “kelaparan yang dijadikan senjata”.
Ketiga prajurit tersebut disebutkan namanya di media sosial. Foto mereka dibagikan di media sosial. Mereka menjadi target perburuan beberapa hari setelah organisasi tersebut mengajukan pengaduan ke Mahkamah Kriminal Internasional terhadap seorang tentara dan menyerukan penangkapannya saat ia sedang mengunjungi Uni Emirat Arab.
Seorang perwira cadangan Israel bahkan harus melarikan diri dari Siprus pada pertengahan November, akibat video dan foto yang diunggah mereka di media sosial. Ynet melaporkan bahwa petugas tersebut mengoordinasikan keberangkatannya dari negara itu dengan Kementerian Luar Negeri Israel setelah HRF meminta pejabat Siprus untuk menangkapnya. HRF melaporkan dua video di mana tentara penjajah diduga membakar dan menyerukan untuk menghancurkan objek sipil Gaza.
Menyusul dikeluarkannya surat perintah penangkapan oleh ICC pada tanggal 21 November terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant, yayasan tersebut meminta badan internasional tersebut untuk mengeluarkan surat perintah terhadap 1.000 tentara IDF yang tercantum dalam berkas tanggal 8 Oktober yang diajukannya ke ICC.
HRF mengklaim telah mengumpulkan 8.000 lembar dokumentasi yang merinci penghancuran infrastruktur, pendudukan rumah-rumah warga sipil, penjarahan, partisipasi dalam blokade Gaza, dan penargetan warga sipil. Dokumentasi tersebut dilaporkan berisi tentang para prajurit yang membanggakan kejahatan perang mereka di media sosial, membagikan foto dan video tentang keterlibatan mereka dalam penghancuran dan pendudukan rumah dan properti Palestina.
Beberapa prajurit memiliki kewarganegaraan ganda, termasuk 12 warga negara Prancis, 12 warga negara Amerika, empat warga negara Kanada, tiga warga negara Inggris, dan dua warga negara Belanda.
HRF bukan satu-satunya kelompok yang menyebar identitas tentara-tentara IDF yang berkontribusi dalam pembantaian di jalur Gaza.Akun Israel Genocide Tracker X/Twitter, yang memiliki lebih dari 160.000 pengikut, membagikan nama dan gambar tentara yang diduga berada di Gaza.
Banyak dari mereka yang teridentifikasi oleh akun tersebut merupakan warga negara ganda, seperti seorang penembak jitu batalion pengintaian Golani Amerika-Israel yang menjadi sasaran.
"Kami sangat yakin bahwa setiap prajurit yang memasuki Gaza terlibat dalam genosida," kata kelompok itu dalam sebuah posting media sosial.“Kami akan segera merilis daftar lengkap nama-nama prajurit untuk mendukung tindakan hukum internasional. Kami telah berkolaborasi dengan berbagai organisasi hak asasi manusia yang mengandalkan data kami untuk menegakkan keadilan.”
Kementerian Luar Negeri Israel mengetahui setidaknya 12 kasus pengaduan yang diajukan di luar negeri terhadap tentara Pasukan Penjajah Israel (IDF) yang menuduh mereka melakukan kejahatan perang di Gaza, berita Channel 12 melaporkan pada Ahad (5/1/2025). Hal tersebut terjadi di tengah laporan tentang warga Israel yang didesak untuk meninggalkan berbagai negara untuk menghindari potensi penuntutan, termasuk di Brasil pada Ahad.
Laporan tersebut telah diajukan di Brasil, Sri Lanka, Thailand, Belgia, Belanda, Serbia, Irlandia, dan Siprus, kata laporan itu, mengutip angka-angka yang disajikan pada pertemuan menteri. Menurut harian Haaretz, daftar tersebut juga mencakup Afrika Selatan dan Prancis.
Channel 12 mencatat bahwa dalam sebagian besar kasus, pengaduan tidak berujung pada penyelidikan, dan tidak ada satu pun yang ditangkap, meskipun dikatakan bahwa insiden di Brasil hampir menjadi krisis diplomatik.
Jaringan tersebut melaporkan bahwa selama pertemuan menteri yang sama Ahad, data disajikan yang menunjukkan bahwa pada paruh kedua tahun 2024, serangan antisemit fisik meningkat sebesar 104 persen, sementara kasus antisemit daring meningkat sebesar 63%. Tujuan pertemuan tersebut kabarnya adalah untuk merancang prosedur penanganan kasus serupa dengan kasus Brasil pada Ahad.
Militer Israel memberlakukan pembatasan baru pada liputan media terhadap tentara yang sedang berperang. Aturan ini diterapkan seiring dengan meningkatnya kekhawatiran atas risiko tindakan hukum terhadap tentaranya yang bepergian ke luar negeri atas tuduhan keterlibatan dalam kejahatan perang di jalur Gaza.
Dilansir Alarabiya, Kamis (9/1/2025), langkah itu diambil setelah seorang tentara cadangan Israel yang sedang berlibur di Brasil tiba-tiba meninggalkan negara itu ketika seorang hakim Brasil memerintahkan polisi federal untuk membuka penyelidikan.
Hal ini menyusul tuduhan dari kelompok pro-Palestina bahwa ia telah melakukan kejahatan perang saat bertugas di Gaza.
Berdasarkan aturan baru tersebut, media yang mewawancarai prajurit berpangkat kolonel ke bawah tidak akan diperbolehkan menampilkan nama lengkap atau wajah mereka.