Inggris Cari Sukarelawan Uji Coba Vaksin Covid-19
Inggris mencari sukarelawan berusia antara 18 dan 55 tahun untuk uji vaksin Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Peneliti vaksin virus corona baru atau Covid-19 di London meminta sukarelawan untuk ambil bagian dalam uji coba manusia pada Juni mendatang. Sebuah tim di Imperial College London telah melakukan tes pada hewan sejak Februari dan telah mendapatkan dana pemerintah untuk mempercepat pekerjaannya.
"Kami mencari sukarelawan untuk ambil bagian dalam percobaan kami pada Juni. Mereka akan menjadi sukarelawan pertama yang mendapatkan vaksin," ujar Profesor Robin Shattock kepada radio BBC. "Dan kita akan mempelajari dosis apa yang memberi jenis respons imun terbaik dan bebas dari segala jenis masalah toleransi," ujarnya menambahkan.
Menurut dia, selalu ada unsur risiko dalam uji klinis apa pun. Namun, pihaknya mencoba menghapus unsur-unsur itu dan meminimalkannya sebanyak mungkin. Shattock mengatakan, virus corona tidak sesulit target penyakit lain.
"Ini sangat berbeda dari influenza yang berubah setiap tahun. Secara ilmiah ada peluang yang sangat tinggi untuk berhasil mendapatkan vaksin," katanya.
Dalam sebuah cicitan di Twitter, Departemen Penyakit Menular Imperial College London meminta sukarelawan berkontribusi dalam menemukan vaksin. "Kami mencari orang sehat berusia antara 18 dan 55 tahun dan bahwa pelamar yang berhasil akan dibayar hingga 625 pound sterling untuk mengambil bagian," kata departemen tersebut.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan, lebih dari 82 juta dolar AS telah dialokasikan untuk dua proyek pembuatan vaksin. Yang pertama oleh Universitas Oxford dan yang kedua untuk Imperial College London.
Hancok mengatakan, proyek Universitas Oxford akan diujicobakan pada orang, Kamis (23/4) waktu setempat. "Ini adalah ilmu yang tidak pasti, tetapi saya yakin bahwa kami akan membuang semua yang kami punya untuk menemukan vaksin. Inggris berada di garis depan upaya global. Kami telah menempatkan lebih banyak uang daripada negara lain dalam pencarian global untuk vaksin," ujar Hancock dikutip laman RNZ.
Menurut dia, seperti yang sudah-sudah, akan memakan waktu bertahun-tahun untuk sampai ke titik ini. "Sisi positifnya menjadi negara pertama di dunia yang mengembangkan vaksin yang sukses sangat besar sehingga saya melemparkan semuanya ke sana," katanya.
Satu kelompok dari Universitas Oxford yang dipimpin oleh Profesor Sarah Gilbert, berbasis di Jenner Institute, mulai bekerja segera setelah kode genetik atau blueprint dari virus corona baru tersedia pada Januari. Vaksin mereka menggunakan sebagian kecil dari kode ini yang dikemas menjadi virus tidak berbahaya.
Para ilmuwan berharap pengiriman ini ke dalam tubuh akan mengajarkan sistem kekebalan tubuh bagaimana melawan penyakit yang sebenarnya tanpa perlu terinfeksi virus corona. Rencananya adalah menguji terhadap sekitar 500 sukarelawan pada pertengahan Mei.
Jika pekerjaan itu terbukti berhasil, mereka akan memberikannya kepada ribuan sukarelawan lainnya. Hancock mengatakan, pemerintah berinvestasi dalam kemampuan manufaktur sehingga, jika berhasil, dapat diproduksi dalam skala besar.