Cara Muslim Inggris Hadapi Ramadhan di Tengah Lockdown
Beberapa Muslim di Inggris tidak bisa merayakan Ramadhan bersama keluarga.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Wabah virus corona membuat jutaan Muslim yang tinggal di Inggris akan menjalani Ramadhan yang berbeda tahun ini. Biasanya, setiap waktu berbuka puasa (iftar), rekan dan keluarga berkumpul bersama. Umat Muslim juga biasanya berbondong-bondong ke masjid untuk beribadah, terutama sholat tarawih, selama bulan penuh berkah itu.
Akan tetapi, dengan pemberlakuan kebijakan lockdown (karantina), tradisi Muslim demikian tidak mungkin bisa dilakukan. Bagi Sohayb Peerbhai, kali ini akan menjadi Ramadhan yang sangat tidak biasa.
Peerbhai adalah imam di Craven Arms Islamic Centre di Shropshire. Ia tinggal di sebuah flat di atas masjid bersama istrinya, Asiya, dan dua putrinya, Rumaysa (13 tahun) dan Rayhana (9). Selama masa lockdown ini, masjid ditutup. Akan tetapi, Peerbhai tetap melaksanakan sholat di dalam masjid sendirian.
"Ini jelas sangat aneh, saya belum pernah mengalami ini sebelumnya. Jika kita berbicara enam pekan yang lalu dan mengatakan kita akan berada dalam posisi ini, saya tidak akan pernah mempercayainya," kata Sohayb, dilansir di BBC, Kamis (23/4).
Ia mengungkapkan, biasanya selama Ramadhan sekitar 100 orang akan berkumpul setiap malam di masjid untuk melaksanakan sholat dan berbuka puasa bersama. Akan tetapi, tahun ini dia akan berbuka puasa bersama keluarganya saja.
Namun, ia mengakui keluarganya sesekali mungkin akan menghubungi keluarganya yang lain atau teman melalui aplikasi Facetime atau Zoom. Ia mengatakan, kedua gadisnya mungkin akan menghubungi sepupunya saat berbuka puasa tiba.
"Untuk seseorang seperti saya, seorang imam, saya sangat sibuk setiap tahun. Ini akan sangat baik, melakukannya dengan keluarga saya. Hanya kami berempat, itu adalah sesuatu yang personal. Kami masih akan bersosialisasi, tetapi kami juga sangat aman dan sehat dan mematuhi aturan," tambahnya.
Ramadhan yang akan berbeda tahun ini juga dirasakan oleh Talawat Rahman. Ia tinggal di Birmingham bersama temannya Shabir Ahmed, orang tua Shabir, Rosemin dan Shafiq, serta cucu mereka, Abdul-Rahman. Selama bulan Ramadhan kali ini, Rahman akan berada jauh dari orang tua dan saudara kandungnya. Begitupun saat perayaan Idul Fitri nanti, ia tetap di Birmingham.
Ia mengungkapkan, salah satu alasannya memutuskan tinggal di Birmingham dan tidak kembali ke London setelah masa kuliah adalah suasana komunitas di sana. Di bulan Ramadhan, kata dia, ribuan orang berkumpul bersama untuk berbuka puasa dan membangun keluarga yang tidak mereka miliki sebelumnya. Namun, tradisi demikian yang tidak bisa dilakukan saat ini menjadikan Ramadhan akan sangat berbeda.
"Saya sudah terbiasa pergi setiap Ramadhan antara Birmingham dan orang tua saya di Newcastle, ini akan jadi pertama kalinya saya tidak bisa bersama adik-adik saya, dengan orang tua saya, lebih dari sebelumnya saya akan mengandalkan sumber daya digital untuk tetap berkomunikasi dengan mereka," kata Rahman.
Rahman mengungkapkan kesedihannya untuk Idul Fitri tahun ini. Ia tidak akan bisa pergi ke rumah orang tuanya. Meskipun, ia bukan satu-satunya orang yang harus mengalami itu untuk pertama kalinya, namun Idul Fitri tetap jadi momen berarti baginya.
"Jujur, itu akan menjadi tantangan emosional, cukup menyedihkan," katanya.
Dewan Muslim Inggris (MCB) telah menerbitkan panduan tentang cara menjalani Ramadhan di tengah pandemi virus corona. Sekretaris Jenderal MCB, Harun Khan, mengatakan pesan untuk Ramadhan tahun ini jelas, yakni berpuasa dan beribadahlah di rumah dan berbagi Ramadhan secara digital.
"Ini adalah cara beribadah kepada Allah dan membantu menyelamatkan kehidupan," kata Harun Khan.
Di tengah kondisi seperti ini, banyak Muslim yang mencari komunitas daring dan panggilan video sebagai cara untuk menjalani Ramadhan. Wakil direktur NHS Workforce Race Equality Standard, Dr Habib Naqvi, sepakat dengan ide komunitas daring tersebut.
Ia mengatakan, saat ini adalah periode kritis di mana umat Islam dan komunitas lainnya harus menggunakan platform daring dan pendekatan alternatif untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman. Di samping, kata dia, tetap menerapkan pedoman pemerintah mengenai pembatasan sosial.
Di Burton-upon-Trent, Majid Waris adalah bagian dari Humanity Unites, yang mengelola bank makanan reguler di kota itu. Saat ini, Majid Waris telah mulai membagikan paket makanan dan telah membuka layanan untuk memungkinkan orang-orang mengumpulkan makanan sembari memenuhi pedoman pembatasan sosial.
"Sebagai Muslim kita diajarkan untuk menjadi dermawan di alam kita, Ramadhan sempurna karena selayaknya sebulan penuh waktu untuk merenungkan diri kita sendiri," kata Waris.
Ia mengatakan, Ramadhan adalah bulan untuk berefleksi dan menera-ulang diri sendiri. Menurutnya, hal itu membantu untuk menghargai apa yang dimiliki dalam hidup dan apa yang bermanfaat, yang harus dilakukan selama masa lockdown ini.
Ia mengakui Ramadhan akan menjadi momen yang menantang baginya. Sebab, ia dan rekannya akan memasak makanan sembari berpuasa.
"Tetapi saya melihatnya sebagai ujian bagi manusia, bagaimana Anda akan terus menjalankan tugas sambil tertantang, dan itu memberi Anda pemahaman yang lebih baik tentang komunitas sosial dan apa yang terjadi di luar sana," ujarnya.
Seorang imam dari Leicester, Ather Hussain, mengungkapkan masyarakat sudah merasakan bagaimana kondisi telah berubah. Menurutnya, banyak masjid telah berupaya merespons panggilan dan menghubungi jamaah dan melihat bagaimana kondisi mereka di rumah. Selain itu, banyak masjid pula yang merangkap sebagai kurir makanan.
"Mereka masih melayani umat manusia. Cara ibadah telah berubah. Bagian lainnya adalah aspek sosial. Kami berbagi makanan bersama, duduk dan beribadah bersama, dan saling memacu. Kami akan tetap berpuasa dan beribadah. Kami akan memberikan uang secara daring. Kita masih akan saling menjaga," kata Hussain.
Alih-alih jamaah pergi ke masjid untuk berbuka puasa, ia mengatakan sebagian masjid di Leicester akan menyiarkan langsung di Facebook untuk berbagi momen tersebut. Sementara itu, kondisi wabah mendorong seorang aktor dan penulis naskah dari London untuk mendirikan Ramadhan Online.
Amina Korona (26) membuat sebuah fasilitas daring untuk kaum hawa agar mereka bisa mempertahankan komunitas dan mencapai tujuan spiritual mereka selama Ramadhan. Ia mengungkapkan, Ramadhan adalah momen berkumpul bersama dan masjid menjadi pusat untuk mereka beribadah dan berbuka puasa.
Menurutnya, biasanya Ramadhan menjadi waktu untuk Muslim fokus beribadah di dalamnya dan masjid adalah tempat yang membantu mereka melakukan itu. Akan tetapi, kondisi membuat Ramadhan tahun ini berbeda.