Muslim Nigeria Kisahkan Ramadhan yang Berbeda Tahun Ini

Ramadhan tahun ini di Nigeria berbeda karena wabah Covid-19.

Ramadhan tahun ini di Nigeria berbeda karena wabah Covid-19. Salah satu masjid nasional Nigeria, Abuja
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA— Ramadhan dimulai di banyak negara dengan melakukan karantina wilayah akibat Covid-19, termasuk Nigeria. Negara ini menjadi rumah bagi populasi Muslim terbesar di Afrika Barat.  

Baca Juga


Nasir Umar, merupakan seorang montir listrik otomobil. Ia belum memperbaiki satu mobil pun dalam tiga minggu terakhir, karena tindakan penguncian yang diumumkan otoritas Nigeria pada akhir Maret, dengan tujuan meratakan kurva kasus Covid-19 di Nigeria.  

Pria berusia 27 ini memilih untuk memulangkan istri dan anaknya ke rumah sang ayah di Maidiguri. Tujuannya agar mengurangi beban keuangan. Setelahnya, ia kadang-kadang berjalan ke toko yang berada di dekat kediamannya, berharap mendapatkan pekerjaan. 

Tanpa uang yang bisa dikirimkan kepada keluarga, dan dengan kondisi Ramadhan di depan mata, Umar mengatakan ia mungkin melewatkan pesta tradisional untuk berbuka puasa harian tahun ini.  

"Makanan adalah dasar untuk kehidupan dan penting selama puasa. Tanpa makanan, aku tidak bisa berpuasa," ujar Umar dikutip di VoA, Jumat (24/4).  

Ramadhan tahun ini digambarkan banyak orang sebagai "edisi kuncian". Kebiasaan seperti doa bersama, buka puasa, dan sahur bersama, sekarang dibatasi oleh karantina wilayah Covid-19.  

Ulama Muslim Abuja, Isa Mohammed, mengatakan  kecuali larangan itu dicabut, umat yang beriman tidak dapat berkumpul di masjid untuk beribadah. Mereka harus puas melaksanakan doa-doa secara pribadi di rumah. 

Masjid-masjid di seluruh Nigeria telah ditutup. Banyak orang menggunakan internet dan media sosial untuk berkumpul melaksanakan doa bersama.

Namun, para cendekiawan Muslim seperti Sharafadeen Abdulsalam mengatakan beberapa rutinitas doa dan ritual tidak dapat dilakukan secara daring. Salah satunya, tidak bisa mengganti ibadah sholat Jumat dengan menggunakan media daring.  

"Kamu tidak bisa meminta orang untuk membuat barisan di rumah masing-masing, dan mengikuti kamu ketika memimpin mereka dalam ibadah. Tidak, kamu tidak bisa melakukan itu. Ibadah Jumat harus secara fisik," kata Abdulsalam. 

Masjid Abuja tempat ia memimpin ibadah, biasanya dalam sehari mampu menampung 700 Muslim yang kurang mampu untuk makan besar berbuka puasa selama Ramadhan. Namun kini masjid tersebut telah ditutup selama hampir satu bulan.  

Abdulsalam mengatakan, mungkin lebih aman bagi beberapa jamaahnya untuk melewatkan puasa tahun ini, jika mereka tidak memiliki makanan.  

"Islam adalah cara hidup yang sederhana. Jika Anda tidak memiliki apa yang bisa dimakan saat Sahur, dan menyadari secara penuh jika berpuasa dapat memengaruhi kondisi kesehatan, maka puasa bisa ditinggalkan," kata dia. Ia menjelaskan, Islam tidak ingin umat-Nya merasakan sakit dan terbebani.  

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler