Musik, Musiqi, dalam Peradaban Islam
Filsuf Islam Al-Kindi adalah orang pertama yang menyebut kata musiqi
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Syahrudin el-Fikri, Nidya Zuraya
Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya umat bermain musik dan mendengarkannya.
Di era kejayaannya, umat Islam mampu mencapai kemajuan dalam bidang seni musik. Terlebih lagi, musik dan puisi menjadi salah satu tradisi yang berkembang di Semenanjung Arab sebelum kedatangan Islam.
Seni musik Islam mulai berkembang ketika wilayah kekuasaan Islam meluas. Pada saat itu, kaum Muslim mulai berbaur dengan berbagai bangsa yang masing-masing mempunyai kebudayaan dan kesenian. Pencapaian peradaban Islam dalam bidang musik tercatat dalam Kitab Al-Aghani yang ditulis oleh Al-Isfahani (897 M-967 M).
Dalam kitab itu, tertulis sederet musisi di zaman kekhalifan, seperti Sa'ib Khathir (wafat 683 M), Tuwais (wafat 710 M), dan Ibnu Mijjah (wafat 714 M). Penyebaran Islam ke seluruh penjuru jazirah Arab, Persia, Turki, Romawi, hingga India, itu memiliki tradisi musik.
Ibnu Misjah (wafat tahun 705 M) merupakan ahli musik pertama yang muncul di awal perkembangan seni musik pada masa kejayaan peradaban Islam.
Setelah itu, kaum Muslim banyak yang mempelajari buku-buku musik yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dan Hindia. Mereka mengarang kitab-kitab musik baru dengan mengadakan penambahan, penyempurnaan, dan pembaharuan, baik dari segi alat-alat instrumen maupun dengan sistem dan teknisnya.
Seni musik berkembang pesat di era kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Para ilmuwan Muslim menerjemahkan risalah musik dari Yunani terutama ketika Khalifah Al-Ma'mun berkuasa.
Para Khalifah Abbasiyah pun turut mensponsori para penyair dan musisi. Salah satu musisi yang karyanya diakui dan disegani adalah Ishaq Al-Mausili (767 M-850 M).
Umat Muslim juga memiliki Yunus bin Sulaiman Al-Khatib (wafat 785 M). Beliau adalah pengarang musik pertama dalam Islam. Kitab-kitab karangannya dalam bidang musik sangat bernilai tinggi sehingga penggarang-penggarang teori musik Eropa banyak yang merujuk ke ahli musik ini.
Dalam perkembangan selanjutnya, dikenal juga Khalil bin Ahmad (wafat tahun 791 M). Beliau telah mengarang buku teori musik mengenai not dan irama.
Selain itu ada Ishak bin Ibrahim Al-Mausully (wafat tahun 850 M) yang telah berhasil memperbaiki musik Arab jahiliyah dengan sistem baru. Buku musiknya yang terkenal adalah Kitabul Alhan Wal-Angham (Buku Not dan Irama).
Beliau juga sangat terkenal dalam musik sehingga mendapat julukan Imam Ul-Mughanniyin (Raja Penyanyi). Selain penyusunan kitab musik yang dicurahkan pada akhir masa pemerintahan Dinasti Umayyah.
Prof A Hasmy dalam bukunya mengenai Sejarah Kebudayaan Islam mengungkapkan, pada masa itu para khalifah dan para pejabat lainnya memberikan perhatian yang sangat besar dalam pengembangan pendidikan musik.
Banyak sekolah musik didirikan oleh negara Islam di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang paling sempurna dan teratur adalah yang didirikan oleh Sa'id 'Abd-ul-Mu'min (wafat tahun 1294 M). Pendirian sekolah musik ini terutama banyak dilakukan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Salah satu sebab mengapa di masa Dinasti Abbasiyah didirikan banyak sekolah musik, menurut Prof A Hasmy, karena keahlian menyanyi dan bermusik menjadi salah satu syarat bagi pelayan (budak), pengasuh, dan dayang-dayang di istana dan di rumah pejabat negara atau di rumah para hartawan untuk mendapatkan pekerjaan.
Karena itu, telah menjadi suatu keharusan bagi para pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.
Musik cabang matematika dan filsafat
Pada awal berkembangnya Islam, musik diyakini sebagai cabang dari matematika dan filsafat. Tak heran jika banyak di antara para matematikus dan filsuf Muslim terkemuka yang juga dikenal karena sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan seni musik.
Salah satu di antaranya adalah Al-Kindi (800 M-877 M). Ia menulis tak kurang dari 15 kitab tentang musik, namun yang masih ada tinggal lima.
Al-Kindi adalah orang pertama yang menyebut kata musiqi. Tokoh Muslim lainnya yang juga banyak menyumbangkan pemikirannya bagi musik adalah Al-Farabi (870 M-950 M).
Ia tinggal di Istana Saif al-Dawla Al-Hamdan¡ di Kota Aleppo. Matematikus dan filsuf ini juga sangat menggemari musik serta puisi. Selama tinggal di istana itu, Al-Farabi mengembangkan kemampuan musik serta teori tentang musik. Al-Farabi juga diyakini sebagai penemu dua alat musik, yakni rabab dan qanun. Ia menulis tak kurang dari lima judul kitab tentang musik.
Salah satu buku musiknya yang populer bertajuk, Kitabu al-Musiqa to al-Kabir atau The Great Book of Music yang berisi teori-teori musik dalam Islam.
Pemikiran Al-Farabi dalam bidang musik masih kuat pengaruhnya hingga abad ke-16 M. Kitab musik yang ditulisnya itu sempat diterjemahkan oleh Ibnu Aqnin (1160 M-1226 M) ke dalam bahasa Ibrani.
Selain itu, karyanya itu juga dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin berjudul De Scientiis dan De Ortu Scientiarum. Salah satu ahli teori musik Muslim lainnya adalah Ibnu Sina.